Apa Isi Museum Surabaya?

Akhirnya, setelah 722 tahun, Surabaya kini punya museum sendiri.

Museum Surabaya baru saja dibuka 3 Mei 2015, sebagai kado ulang tahun Kota Surabaya ke-722. Letaknya di Gedung Siola, bangunan tua yang dulu menjadi salah satu pusat perbelanjaan paling ramai di Surabaya. Kehadirannya melengkapi kepingan sejarah seputar Kota Pahlawan, setelah Museum Sepuluh Nopember yang duluan ada sejak 15 tahun silam.

Museum ini punya sekitar 1000 koleksi. Barang-barang yang dipajang menunjukkan kemajuan kota Surabaya dari masa ke masa. Gedung Siola sendiri merupakan bangunan cagar budaya yang berdiri sejak 1877. Ia berada hanya 200 langkah dari Hotel Majapahit, bangunan cagar budaya lain yang dulu bernama Oranje Hotel.

Saat meresmikan, Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini mengaku museum ini sebagai jawaban atas rasa penasaran orang-orang yang haus informasi sejarah tentang Surabaya. “Banyak turis yang nanya museum, tapi adanya Museum Tugu Pahlawan (Museum Sepuluh Nopember) dan House of Sampoerna. Yang menceritakan Surabaya sendiri kan belum ada,” ujar Risma.

Saat Superkids Indonesia berkunjung ke sana 14 Mei lalu, 12 hari setelah dibuka, suasana museum lebih mirip pameran. Ia hanya menempati salah satu sudut di lantai satu yang luas, sementara sisanya kosong melompong. Sudut itu sendiri sebelumnya difungsikan sebagai restoran. Hawa terasa sangat panas karena tidak dilengkapi pendingin ruangan yang memadai. Belum ada brosur maupun guide yang bisa memberi informasi tentang museum. Beberapa petugas dari Pemkot Surabaya, Linmas (Perlindungan Masyarakat) dan Satpol PP (Satuan Polisi Pamong Praja) yang tiap hari berada di sana mengaku cuma bertugas menjaga dan mengawasi museum. Meski begitu, pengunjung selalu datang baik pagi, siang maupun malam.

Nah, apa saja yang bakal kita temui di Museum Surabaya? Kita bisa berkenalan dengan wali kota yang memimpin Kota Surabaya sejak 1916 sampai sekarang, melalui foto. Wajah mereka dipajang memanjang di sebuah tembok lebar dekat pintu masuk. Beberapa di antaranya berdarah Belanda, seperti wali kota pertama A Meijroos (1916-1920), Ir GJ Dijkerman (1920-1929), HI Bussemaker (1929-1932), HW Van Helsdingen (1932-1942), serta WAH Fuchter yang hanya menjabat satu bulan (Januari-Februari 1942). Sebutan wali kota sebenarnya baru digunakan sejak 1945, saat Radjamin Nasution menjabat. Sebelumnya, pemimpin kota Surabaya disebut Soerabaia Burgemeester, lalu Shi Tyo, dan ganti lagi menjadi Kepala Urusan Haminte.

Di sini, ada pula bermacam tanda penghargaan nasional maupun internasional yang pernah diterima pemerintah kota Surabaya atas upaya mengelola Surabaya. Mau lihat seperti apa wajah taman-taman kota pada tahun 1970 sampai 1990-an? Foto sebelum dan sesudah mereka didandani bisa kita lihat di sini. Mulai Taman Jayengrong di Jl Rajawali, Taman Balaikota di Jl Walikota Mustajab, sampai Taman Buah di Jl Undaan Kulon yang dahulu gersang.

Lalu, pingin lihat kendaraan umum paling ngehits di kota ini sejak 1962 hingga 1980-an? Museum Surabaya memajang bajaj dan bemo alias becak motor, kendaraan antik roda tiga yang suara mesinnya bising. Kondisi bajaj dan bemo ini tidak kumal seperti yang dulu berkeliaran di jalan, melainkan dipoles hingga kinclong seperti masih baru.

Beberapa di antara benda museum yang benar-benar merupakan barang asli peninggalan sejarah adalah buku arsip. Yaitu Buku Register Pencatatan Kelahiran, Buku Register Pencatatan Perkawinan dan Buku Register Makam Peneleh mulai tahun 1851. Bau kertas tuanya sangat tercium, kondisi kertasnya pun sudah sangat rapuh, dengan tulisan masih menggunakan bahasa Belanda. Di sinilah data kelahiran, pernikahan dan kematian warga Surabaya pada masa Hindia Belanda dicatatkan. Makam Peneleh sendiri memang merupakan peninggalan Belanda. Banyak pejabat pemerintahan pada era 1800-an yang dimakamkan di sana. Nama dan tanggal kematian mereka tertulis rapi dengan huruf miring. Sebelum dimuseumkan, buku arsip kuno ini tersimpan rapi di kantor Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Surabaya.

Peninggalan antik lain adalah obat panu. Yup, benar, kamu nggak sedang salah baca, Superkids. Obat berbahan Unguentum Sulfuricum itu pernah dijual di Apotek Bratang di kawasan Bratang, Surabaya. Ia disandingkan dengan timbangan miligram dan tempat pembuatan KCL tiga persen yang bisa digunakan sebagai obat kembung di apotik yang sama. Ada lagi mesin ketik tua sumbangan Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Kota Surabaya. Mesin ini biasa dipakai untuk mencetak nomor register dan kini jelas tak berfungsi lagi.

Menurut Maslul Kartono, staf UPTD (Unit Pelaksana Teknis Daerah) Taman Hiburan Rakyat, Dinas Pariwiata Kota Surabaya, banyak koleksi yang merupakan sumbangan masing-masing satuan kerja perangkat daerah (SKPD). “Beberapa juga didapat dari sumbangan warga. Diharapkan, museum ini bisa menjadi tempat pembelajaran mengenai sejarah perkembangan kota Surabaya tercinta,” ujar Maslul yang sedang mendapat giliran bertugas di sana.

 

 

HAFIDA INDRAWATI

FOTO: HAFIDA INDRAWATI

Share to :


Leave A Comment