Cultural Heritage Visit to The Wajakensis Museum

Mendengar nama Wajakensis, pikiran kita akan tertuju pada penemuan fosil manusia purba pertama dari Indonesia pada tahun 1889. Nama yang telah mendunia ini kini diabadikan menjadi sebuah nama Museum Daerah Tulungagung, Jawa Timur.

 

Fosil Homo Wajakensis (manusia purba dari Wajak) ditemukan oleh Van Riestchoten pada tahun 1889 di desa Wajak, Tulungagung Selatan, dan diteliti lebih lanjut oleh Eugene Dubois. Fosil ini memiliki tinggi badan sekitar 130-210 cm, dengan berat badan antara 30-150 Kg. Volume otaknya mencapai 1300 cc dan hidup antara tahun 40.000 – 25.000 tahun yang lalu pada lapisan Pleistosen Atas. Sayangnya, fosil yang ditemukan pada masa pendudukan Belanda tersebut kini berada di Belanda, jadi Museum Wajakensis hanya menyimpan replikanya saja sekaligus sebagai ikon museum.

 

Museum Wajakensis berlokasi di Jl. Raya Boyolangu KM 4 Desa Boyolangu, Kecamatan Tulungagung, Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur. Museum ini didirikan pada akhir tahun 1996 dengan menempati bangunan berukuran 8 x 15 m yang berdiri di atas lahan seluas 5.706 m². Dengan bangunan yang tidak terlalu luas, idealnya museum menampung maksimal 200 koleksi. Kenyataannya, museum ini menampung sekitar 247 koleksi yang terdiri atas 133 koleksi etnografi, seperti mainan anak-anak, alat pertanian dan perikanan zaman sejarah/kuno dan 114 koleksi arkeologi yang terdiri dari arca, batu candi, prasasti dan sebagainya. Karena keterbatasan ruangan, beberapa koleksi terpaksa ditempatkan diluar ruangan, sambil menunggu proses perluasan gedung.

Jika dilihat lebih lanjut, koleksi-koleksi yang ada di Museum Wajakensis ini memiliki nilai sejarah yang cukup tua sehingga bisa menjadi bukti sejarah perjalanan peradaban Nusantara. Selain mengoleksi replika fosil manusia purba Homo Wajakensis, koleksi arkeologi di museum ini didominasi oleh patung-patung peninggalan kerajaan Hindu dan Budha.

 

Ada patung Budha Aksobhya, Dwarapala atau yang lebih sering disebut oleh warga Tulungagung sebagai retjo pentung, berupa patung raksasa penjaga pintu masuk atau gerbang bangunan suci atau candi. Dwarapala ini memiliki mata yang melotot, gigi yang menyeringai dan membawa gada sebagai simbol penghancur kegelapan. Selain itu, ada dua koleksi dari situs pulotondo berupa dua buah batu bekas ambang pintu atau meja sesaji pada masa Kerajaan Kadiri di bawah kepemimpinan raja Jayabaya. Di sudut lain tampak berjajar beberapa Yoni yang merupakan simbol kesuburan dan kelangsungan hidup dan generasi dalam segala aspek kehidupan. Museum ini juga mengoleksi Jaladwara, saluran air yang terdapat pada sebuah candi yang dihiasi berbagai motif dengan makna simbolis tertentu. Jaladwara biasanya dihiasi motif makara, binatang mitos yang merupakan striliran dari gajah dan naga, dan dianggap mempunyai kekuatan magis untuk mengusir roh jahat yang akan masuk ke bangunan candi.

 

Tak hanya mengoleksi benda bersejarah, Museum Wajakensis menyediakan informasi mengenai situs-situs bersejarah yang ada di Tulungagung seperti candi Mirigambar, candi Ampel, goa pasir, candi Penampihan, situs Mbah Bodho, situs Tulungrejo, candi Boyolangu (candi Gayatri), candi Dadi, dan candi Sanggrahan. Informasi ini ditempelkan di dinding museum dengan ukuran yang cukup besar dan mudah dibaca.

 

Meskipun musem ini tidak terlalu besar, tercatat tren peningkatan pengunjung dalam beberapa tahun terakhir yang didominasi oleh pelajar, baik dari dalam maupun luar negeri. Banyaknya kunjungan pelajar dapat digunakan menjadi salah satu indikator meningkatnya kepedulian kalangan dunia pendidikan terhadap peninggalan sejarah dan kebudayaan manusia. Selain ingin mengenal peninggalan bersejarah, sebagian pelajar yang datang juga dalam rangka mendapat pekerjaan rumah dari sekolah.

 

MUSEUM WAJAKENSIS

Buka      : Senin – Jumat Pk. 07.30 – 02.00 WIB

                Sabtu                    Pk. 07.30 – 12.00 WIB

                  Minggu               Tutup

Alamat : Jl. Raya Boyolangu Km. 4 Desa Boyolangu

                Kecamatan Tulungagung, Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur

 

NURIL MAHMUDI

FOTO: NURIL MAHMUDI

Share to :


Leave A Comment