Meronce, Tunjukkan Kau Peduli

Ratusan gelang berhasil dibuat untuk mendukung program Sadar Autisme.

Mengakhiri April yang merupakan Bulan Sadar Autisme Sedunia (International Autism Awareness Month), berbagai kegiatan digelar di Main Atrium, Grand City Mall Surabaya, 30 April-3 Mei 2015. Acara “Art for Autism” ini digagas Yayasan Advokasi Sadar Autisme (ASA). Sebanyak 63 lukisan karya 11 penyandang autisme dipajang, dan sebagian di antaranya dijual. Sementara di panggung, puluhan anak penyandang autisme juga bergantian menyanyi, berpuisi, menari dan bermain musik. Kegiatan tahunan ini rutin digelar sejak 2013.

Vika Wisnu dari Yayasan ASA menjelaskan, tema “Art for Autism” dipilih sebab seni merupakan bahasa universal. Melalui seni, orang tidak membedakan atau menilai kekurangan orang lain. Sebaliknya, orang justru akan saling menghargai lewat karya-karya yang dihasilkan. Ini sejalan dengan misi ASA untuk berkontribusi menciptakan masyarakat inklusif, yang ramah terhadap penyandang difabilitas apapun, termasuh autisme. “Kami berharap para penyandang autisme dihargai dari karyanya, bukan dihakimi dari kekurangannya,” ucap Vika pada Superkids Indonesia.

Yayasan ASA pun mengajak masyarakat berpartisipasi menunjukkan empati lewat kegiatan “Meronce 1000 Gelang Kepedulian” di sebuah panggung mungil. Meronce merupakan salah satu stimulasi untuk mengasah kemampuan motorik halus. Normalnya, anak usia 3-4 tahun sudah mahir meronce aneka manik-manik menjadi gelang maupun kalung. Tapi tidak bagi penyandang autisme. Mereka sangat kesulitan memasukkan seutas tali nilon atau benang ke dalam lubang kecil manik-manik.

Aksi “Meronce 1000 Gelang Kepedulian” ini didedikasikan sebagai wujud dukungan untuk penyandang autisme agar terus berusaha. “Sebagian dari hasil penjualan akan dipakai untuk membiayai pelatihan gratis bagi guru pendamping (shadow teacher) anak penyandang autisme di Surabaya,” terang Vika.  

Grace, murid Ivy School Surabaya, menjadi salah satu anak yang tertarik menunjukkan kepedulian. Ia mendaftar ikut meronce dengan membayar Rp 10.000 untuk mendapat 10 gram manik-manik. Pilihan bentuk dan warna manik-manik ini beragam. Grace membuat sebuah gelang cantik dengan sedikit bantuan dari tim Koleksikikie yang mensponsori aksi meronce. “Saya senang bikin gelang. Saya tahu tentang autisme karena di sekolah juga ada teman penyandang autisme,” ujar putri Juli Indawati ini.

“Art for Autism” sekaligus merupakan ajang berkumpul para orangtua dengan anak penyandang autisme. Di sini mereka bisa saling berbagi cerita tentang perjuangan membesarkan anak tercinta. Saat melihat anak tampil di sebuah panggung besar, disaksikan puluhan sampai ratusan pengunjung, tidak sedikit orangtua yang meneteskan air mata.

“Saya sangat haru. Putra saya belajar pegang mic saja butuh waktu dua hari. Persiapannya dua minggu, dengan mood dia yang naik-turun, dengan perjuangan yang luar biasa,” cerita Antin Widoweni, yang terus mengusap air mata menyaksikan setiap penampilan murid-murid dari Pusat Pendidikan dan Terapi Anak Berkebutuhan Khusus Cita Hati Bunda.

Putra bungsu Antin, Nawfal Hernowo (6) menjadi salah satu anak yang tampil membacakan puisi. Beberapa murid lain menunjukkan kemampuan bernyanyi dan menari. Dalam acara yang sama, ada konsultasi gratis seputar autisme bersama Himpunan Psikologi Indonesia (Himpsi) Jawa Timur. Juga talk show bersama penulis buku “Art is Fun” Amelia Hirawan, mini seminar “Deteksi Dini Tanda-Tanda Autisme”, serta talkshow “Musik sebagai Media Komunikasi bagi Penyandang Autisme”.

 

HAFIDA INDRAWATI

FOTO: HAFIDA INDRAWATI

Share to :


Leave A Comment