How to Talk to Your Kids about Terorism

Minggu 13 Mei 2018 pagi menjadi weekend kelabu bagi seluruh masyarakat Indonesia yang cinta damai. Aksi bom bunuh diri terjadi di tiga gereja di Kota Surabaya. Yaitu Gereja Santa Maria Tak Bercela di Jl Ngagel Madya, Gereja Kristen Indonesia (GKI) di Jl Diponegoro, dan Gereja Pantekosta Pusat Surabaya di Jl Arjuna. Korban berjatuhan, berita dan rekaman video-nya pun langsung viral melalui media sosial.

 

Banyak Superparent kesulitan menjawab pertanyaan-pertanyaan anak tentang aksi kejahatan terorisme seperti ini. Najelaa Shihab, inisator program pemberdayaan keluarga Rangkul (Relawan Keluarga Kita), berbagi tips penting bagaimana membahas topik ini dengan Superkids di rumah. Menurut Najelaa, ada delapan hal yang penting dibicarakan bersama anak seputar terorisme, kekerasan, dan situasi darurat.

 

  1. Pilih suasana dan waktu yang tepat.

 

  1. Tanyakan perasaan anak dan cari tahu seberapa banyak informasi yang dia tahu tentang teror/kekerasan. Superparent bisa memancing dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan ringan. Seperti, “Dengar berita apa hari ini? Apa sih yang lagi heboh dibicarakan?” Selanjutnya, berdasarkan panduan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, bahas secara singkat apa yang terjadi. Meliputi fakta-fakta yang sudah terkonfirmasi dan ajak anak menghindari isu spekulasi.

 

  1. Sadari bahwa tiap anak memiliki tingkat kecemasan yang berbeda dan cara mengekspresikan emosi yang unik. Maka, ajak anak mengenali dan mengidentifikasi emosinya. Rasa takut anak mungkin berlebihan. Maka, perlu dijelaskan bahwa kejahatan terorisme sangat jarang, tapi sikap hati-hati dan waspada tetap diperlukan.

 

  1. Orang tua harus menunjukkan sikap tenang, bukan justru menularkan rasa khawatir yang berlebihan. Hindari menyalahkan dan memperkuat prasangka yang keliru terhadap kelompok atau agama tertentu.

 

  1. Kalau anak berbagi opini, fakta, atau spekulasi terkait kejahatan terorisme yang terjadi, tanyakan kredibilitas sumber informasinya. “Udah dicek ke website resmi, belum? Apa manfaatnya kalau gambar ini disebar?” Superparent harus menjadi teladan untuk Superkids tentang literasi media dan informasi. Ini bisa ditunjukkan dengan selalu ktitis mengecek kebenaran sebuah informasi, tidak terpancing menyebarkan kabar hoax yang nggak jelas sumbernya.

 

  1. Ajarkan anak untuk tahu bagaimana harusnya bereaksi dalam situasi darurat. Misalnya bersikap tenang, menghindari kerumunan, mengenali lambang keamanan (seperti pintu darurat), hafal nomor telepon Superparents, serta tahu bagaimana cara mengungkapkan kecemasan pada orang dewasa. Selain itu, anak juga harus bisa memahami dan mengikuti instruksi.

 

  1. Ajarkan anak untuk sensitif dan responsif terhadap lingkungan sekitar. Misalnya, mencari siapa yang butuh bantuan. Ini bisa diajarkan dengan mengajukan pertanyaan, “Apa yang bisa kamu lakukan kalau…?” Atau, “Bagaimana kita bisa membantu mereka, ya?”

 

  1. Diskusikan kejadian sehari-hari maupun berita populer di media massa sesuai usia anak, sebagai bagian dari rutinitas keluarga. Ini dapat mengajarkan Superkids mengenai nilai sosial di masyarakat.

 

Selain hal-hal pokok di atas, penting juga bagi Superparents untuk menhindari paparan TV dan media sosial pada anak terkait kejadian ini. Media sosial seringkali menampilkan potongan gambar maupun rekaman video mengerikan, yang terlalu keras untuk dilihat oleh mata anak usia di bawah 12 tahun.

 

Bantu anak mengungkapkan perasaannya tentang apa yang terjadi. Marah, boleh. Tapi kemarahan itu harus diarahkan pada sasaran yang tepat, yaitu pelaku kejahatan. Hindari prasangka pada identitas golongan tertentu. Lalu, jalani kegiatan keluarga sehari-hari secara normal. Ini akan memberi rasa nyaman pada anak, sekaligus menunjukkan pada teroris bahwa kita tidak tunduk pada tujuan mereka. Yaitu mengganggu kehidupan kita dalam bermasyarakat.

 

Terakhir, ajak anak berdiskusi dan mengapresiasi kerja para polisi, TNI, maupun petugas kesehatan. Orang-orang inilah yang bekerja keras melindungi, melayani, dan membantu masyarakat di saat-saat sulit terjadinya kejahatan terorisme. Diskusikan lebih banyak tentang kesigapan dan keberanian mereka daripada membahas sisi kejahatan pelaku teror.

 

FOTO: ISTOCK

 

 

Share to :


Leave A Comment