Gangguan Alergi pada Anak

Nggak semua alergi yang dialami saat kanak-kanak akan terus terbawa sampai dewasa.

Apakah anak tersayang pernah bersin tanpa henti saat membersihkan perpustakaan mininya yang penuh debu? Atau, badannya gatal-gatal lalu bengkak saat digaruk setelah makan udang? Atau, merasa sesak nafas tiap berdekatan dengan hewan peliharaan? Bisa jadi dia menderita alergi, Supermom.

Alergi adalah respon abnormal dari sistem kekebalan tubuh. Saat alergi menyerang, tubuh bereaksi terhadap sesuatu yang umumnya nggak berbahaya bagi lingkungan. Sumber alergi itu biasa disebut alergen. Bentuknya macam-macam. Bisa berupa bulu hewan, serbuk sari, jamur, makanan, house dust mite (kutu debu rumah), obat, dan sebagainya.

Beberapa anak mengalami alergi justru karena terbiasa berada di lingkungan yang terlalu bersih. Kok bisa? Well, terlalu higienis dapat membuat sistem imun tubuh anak menjadi kurang berdaya melawan para pemicu alergi. Yaitu kuman yang mungkin menempel di kulit, berada di dalam tanah, saluran pencernaan, atau air mentah.

Alergi merupakan masalah yang dialami sedikitnya dua dari 10 anak, Supermom. Penyakit ini bisa didapat dari gen keluarga. Kalau kita atau suami punya masalah alergi, anak 50 persen berpotensi mengalami alergi juga. Kalau kita dan suami sama-sama alergi, risiko pada anak naik menjadi 75 persen. Meski faktor turunan, nggak berarti jenis alerginya pasti sama antara anak dan orangtua.

Menurut dr Meta Hanindita SpA dari RSUD Dr Soetomo Surabaya, gejala alergi bisa dibedakan menjadi empat. Pertama, gangguan gastrointestinal alias pencernaan. Itu terlihat saat anak mengalami diare, mual, muntah, tinja berdarah, dan lain-lain. Sumbernya tentu saja berasal dari makanan. Beberapa jenis bahan makanan seperti telur, daging unggas, kacang-kacangan, susu dan seafood dapat memicu alergi pada Superkids. Saat usia bertambah, alergi umumnya akan berhenti sendiri. Alergi susu dan telur biasa hilang saat usia anak menginjak sembilan tahun. Tapi alergi ikan dan kacang relatif lebih lama bertahan. Bila sudah parah, alergi seperti ini juga bisa lho mengakibatkan kematian.

Kedua, gangguan kulit seperti bentol, gatal-gatal, bercak kemerahan, sampai terkelupas. Penyebabnya antara lain makanan, sengatan serangga dan zat kimia. Gigitan serangga memang bisa membuat kulit anak bengkak, kemerahan atau gatal. Tapi pada anak yang mengalami alergi jenis ini, reaksinya jauh lebih parah. Bukan lagi sebatas gangguan kulit, tapi merambah ke pernapasan dan pencernaan. Beberapa anak juga nggak bisa bersentuhan dengan zat kimia seperti deterjen, pembersih lantai, pengharum, maupun pestisida.

Ketiga, gangguan pernapasan, misalnya batuk, mengi, pilek, dan bersin. Ini yang paling umum dialami Superkids. Pemicunya antara lain bulu hewan dan debu. Meski nggak terlihat, debu sebetulnya mengandung jutaan bakteri serta virus. Debu ini gampang muncul bila rumah jarang dibersihkan. Dia bisa menempel di lantai, barang-barang, meja, lemari, atau berkumpul di karpet. Terakhir, gangguan umum. “Ini bisa terjadi jika serangan alergi berat atau anafilaksis,” jelas Meta.

Nah, pertolongan pertama yang bisa kita lakukan untuk melindungi anak adalah menghentikan kontak dengan alergen. Meta mencontohkan, bila Superkids alergi udang (walaupun suka), jangan diteruskan mengonsumi udang. Bila dia alergi debu, sering-seringlah mengepel lantai atau membersihkan perabotan dengan lap basah. Kalau Superkids alergi bulu hewan, jauhkan dia dari hewan-hewan itu. Minimal, batasi pertemuan mereka agar alergi tidak menjadi makin parah. “Penanganan selanjutnya akan sangat tergantung dari gejala yang ditimbulkan dan tingkat keparahannya,” pungkas Meta.

 

HAFIDA INDRAWATI

FOTO: GETTY IMAGES

Share to :


Leave A Comment