Art for Autism, Semua Anak Istimewa

 

Lagu “Diam-Diam Suka” milik girlband Cherrybelle mengalun dari bibir Evelyn Oktavia Lukito (16). Di panggung atrium Grand City, Surabaya, Jumat 4 April 2014 siang, Evelyn tampil diiringi lantunan keyboard Niko Angga Dinata (22) dan biola yang dimainkan Gary Hillwijaya (18). Penampilan grup band yang menamakan diri Pniel ini mungkin kurang sempurna. Suara Evelyn kadang nyaring, kadang justru terlalu pelan. Begitu juga gesekan biola Gary. Namun, aksi mereka terasa sangat istimewa bagi anak-anak penyandang autisme lainnya yang menghadiri acara Art for Autism (AfA) 2014 di sana.

 

Evelyn dan Gary memang penyandang autisme, sedangkan Niko seorang slow learner. Mereka tampil di hari pertama kegiatan AfA, yang digelar Yayasan Advokasi Sadar Autisme (ASA) Surabaya. Dalam rangka memperingati Hari Autisme Sedunia pada 2 April lalu, AfA memberi kesempatan bagi para penyandang autisme untuk memamerkan bakat seni mereka. “Mungkin orangtua ada yang malu, ya, mengenalkan anak mereka sebagai seorang anak autis. Tapi kalau mengenalkannya lewat karya, pasti beda,” yakin Vika Wisnu, ketua panitia.

 

Selain menyanyi dan menari, para penyandang autisme dengan bangga juga memamerkan karya lukis, sketsa sampai hasil kerajinan tangan mereka. Bahkan, anak-anak pun diajak melukis lampion bersama pelukis profesional Arik S Wartono. “Saya sudah menunggu-nunggu acara ini sejak April tahun lalu, selesai acara ASA pertama. Ini wadah bagi kami berkumpul dan sharing dengan sesama orangtua anak autis,” kata Elly Pakpahan, ibu dari Josep Siagian (12).

 

ASA sendiri bertekad akan terus melakukan berbagai upaya untuk menyadarkan masyarakat tentang autisme. Termasuk bagaimana menghargai prilaku mereka yang berbeda dari anak-anak normal. “Sebab semua anak adalah istimewa,” tutur Vika.

 

 

FOTO: HAFIDA INDRAWATI

Share to :


Leave A Comment