Lawan Pelecehan Seks Pakai Jurus TANGKIS

 

“AAAAAAAAAAAAAAAAAAA..!!” Ratusan murid SD dan TK Dewi Sartika Surabaya kompak menjerit sekencang-kencangnya, Selasa 13 Mei 2014 pagi. Teriakan mereka dipancing pendongeng muda Kartikanita Widyasari, yang akrab disapa Kak Nit Nit. Aduh, ada apa sih, Superkids? Apa Kak Nit Nit menyakiti mereka? Atau, mengganggu belajar mereka? Untungnya enggak.

 

Kak Nit Nit sedang mendongeng tentang Cici, Coco dan Paman Bara. Ia mengajak semua murid-murid ikut berteriak, seperti teriakan Coco saat dipaksa menuruti Paman Bara. Ceritanya, Coco yang lagi mainan di taman didatangi sama Paman Bara. Ia diiming-imingi permen dan uang asal mau ngikutin Paman Bara. “Ngg.. Ngg.. Enggak, Paman! Enggak! Kata Mama, kalau sama orang asing, nggak boleh terima apa-apa. Coco nggak mau ikut sama paman!” Karena dipaksa, Coco akhirnya berteriak. Penonton cilik pun ikut berlatih meniru teriakan Coco sekeras mungkin.

 

Kak Nit Nit dan tiga boneka lucunya (eh, Paman Bara termasuk lucu apa seram, ya?) datang ke SD-TK Dewi Sartika bersama tim Jawa Pos For Her (JPFH). Mereka menggelar road show gerakan “TANGKIS Against Child Sexual Abuse”. Ini adalah kampanye untuk membekali Superkids, perempuan maupun laki-laki, agar berani melawan orang yang memaksa kita menuruti maunya. Misalkan, mengajak pergi berdua ke tempat sepi. Kenapa nggak boleh? Jangan sampai Superkids diapa-apain di sana tanpa ada yang melihat dan menolong. Ih, serem!

 

Setelah Kak Nit Nit mendongeng untuk Superkids, giliran psikolog Dra Astrid Wiratna berbagi ilmu untuk para Supermom. Ia menekankan pentingnya peran orangtua melatih anak menjaga tubuhnya sendiri. “Yang boleh mandiin dan buka baju anak itu cuma ibunya, pengasuh atau neneknya, dan dokter saat diperiksa. Lainnya tidak!” tegas Astrid. Dosen Universitas Ciputra Surabaya ini mengingatkan, pelaku kejahatan seksual kebanyakan adalah orang dekat. Bisa paman, sepupu, sopir antar-jemput sekolah, kakak, bahkan ayah kandung. Membiarkan anak berkeliaran di dalam dan luar rumah hanya pakai celana dalam dan singlet, sama sekali tidak dibenarkan. Anak harus dibiasakan menghargai tubuhnya. “Jangan beralasan panas,” kata Astrid.

 

Wali murid bernama Istianah mengaku sangat terkesan mendengar paparan Astrid. Ia sempat curhat tentang putra bungsunya Rizal Mutaqin, siswa TK B, yang kedapatan cipika-cipiki sama siswi sekelas. “Ternyata niru sama saya kalau di rumah. Ya tinggal dikasih pengertian, kalau sama mama nggak papa. Tapi sama lainnya nggak boleh,” cerita Istianah, yang juga ibu dari murid Sinta Fitri Oktavia (kelas 1), Rosa Putri Ananda (kelas 2) dan Manzilatul Zulfa (kelas 5).

 

Kepala Sekolah TK Dewi Sartika Dra Rr Taviyah Sri Rejeki MSi nggak kalah gembira. Ia cukup kaget melihat antusiasme warga sekitar sekolah mengikuti acara TANGKIS. “Sampai ibu-ibu dari kecamatan juga ada yang datang ingin dengar ceramahnya,” terang dia.

 

TANGKIS punya tujuh jurus menangkis kejahatan seksual. T untuk “Tubuhmu adalah milikmu”, A untuk “Ada rahasia di balik baju”, N untuk “Nggak boleh, ya nggak boleh”, G untuk “Gelagat bahaya, waspada!”, K untuk “Kalau dipaksa, lawan!”, I untuk “Ingat, nggak semua rahasia baik”, dan S untuk “Selalu cerita ke orangtua.”

 

Road show “TANGKIS Against Child Sexual Abuse” digelar di lima sekolah. Dibuka Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini di TK Hang Tuah 3, Surabaya Utara (6 Mei), berlanjut di TK Mawar Sharon, Surabaya Pusat (7 Mei), TK Islam Al Fajar, Surabaya Timur (8 Mei), SD-TK Dewi Sartika, Surabaya Selatan (13 Mei) dan TK/RA Al Hidayah, Surabaya Barat (14 Mei). “Sengaja kami laksanakan di TK karena korban pelecehan dan kekerasan seksual itu kebanyakan anak TK. Orangtua juga harus tahu cara melindungi anak sejak dini. Jangan sampai ada lagi kasus kekerasan seksual seperti di Jakarta International School (JIS), dan anak kita menjadi korbannya,”  harap Ariyanti Kurnia, Kepala Kompartemen JPFH.

 

 

HAFIDA INDRAWATI

FOTO: DITE SURENDRA

Share to :


Leave A Comment