Teknologi Hijau Penyayang Bumi

Kemajuan teknologi bikin hidup kita jadi lebih mudah. Tapi Bumi rumah kita terancam punah.

Saat mommy masih muda, ada tuh yang namanya telepon koin. Yaitu telepon umum yang dipakai dengan cara memasukkan uang koin. Sekeping logam Rp 1.000 bisa menyambungkan obrolan sepanjang tiga menit. Jadi kalau waktu tiga menit hampir habis dan obrolan belum selesai, mommy harus masukin satu koin Rp 1000 lagi biar ngobrolnya nggak terputus.

Sekarang gak ada lagi telepon umum, yang pakai koin maupun kartu (dulu ‘kartu telepon’ terdengar sangat keren dan modern!). Semua orang punya ponsel -beberapa punya tiga sampai empat- yang bisa dibawa kemana saja dan dipakai kapan saja. Praktis, nggak perlu antre atau harus menukar koin.

Itu hanya satu di antara banyak contoh betapa teknologi membuat semuanya jadi makin praktis dan menyenangkan, Superkids. Meski punya dampak negatif untuk planet Bumi, perkembangan teknologi nggak mungkin dibatasi. Untunglah nggak semua teknologi itu jahat pada Bumi. Beberapa sengaja dibangun dengan konsep ramah lingkungan untuk mengurangi penderitaan planet tercinta ini. Apa saja?

Pembangkit Listrik Tenaga Angin

Hembusan angin bisa diolah menjadi listrik? Yap, bener banget! Pembangkit Listrik Tenaga Angin (PLTA) menggunakan angin sebagai sumber energi penghasil listriknya. Ia bisa mengonversikan tenaga angin menjadi listrik dengan menggunakan kincir angin. Teknologi ini sudah benar-benar digunakan lho. Coba mampir ke pedalaman Kabupaten Samosir, Sumatera Utara. Di sana perangkat inverter dan controller charger sengaja diletakkan di sebuah gubuk petani di tengah sawah. Di atas gubuk dipasang panel penangkap sinar matahari dan turbin untuk mendapatkan energi dari angin. Listrik yang dihasilkan pun bisa dipakai buat menjalankan mesin pompa air. Wow, hasilnya, masalah ketersediaan air yang sering dialami petani setempat bisa diatasi. PLTA yang dirancang tim peneliti asal Bandung pimpinan Demi Soetraprawata ini diminati berbagai negara di dunia, mengingat angin merupakan sumber energi tak terbatas yang disediakan alam.

Kompor Bioetanol

Yang ini cocok buat nemenin mommy di dapur. Tanpa listrik, LPG ataupun minyak tanah, kompor bisa menyala hanya dengan olahan bioetanol. Salah satu pakar perakit mesin bioetanol Indonesia adalah Boedi Santoso. Mesin rakitannya bisa memproduksi bioetanol dari bahan nabati apapun yang ada. Mulai ketela, ubi kayu, nira aren, tetes tebu, sorgum, jagung, sampai air siwalan. “Tinggal menyesuaikan dengan potensi daerah. Kualitas hasilnya sama kok. Itu bukan tergantung dari bahan baku, tapi prosesnya,” terang Boedi secara khusus pada Superkids Indonesia. Yang membedakan mesin bioetanol rakitan Boedi dengan lainnya adalah proses produksi yang konvensial, manual dan tanpa listrik. Boedi kini digandeng Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya (ITS), Universitas Airlangga Surabaya dan lembaga lain untuk mengembangkan kompor bioetanol di berbagai daerah di Indonesia.

Mobil Listrik

Pernah bayangin keliling kota naik mobil berbaterai? Hihihi, kesannya mungkin seperti naik mobil-mobilan alias mobil mainan. Tapi serius, mobil ini memang ada. Ia digerakkan dengan motor listrik, sama sekali nggak perlu isi bensin untuk bahan bakar. Sebagai pengganti, mobil listrik menyimpan energi ke dalam baterai ion litium. Artinya, kalau baterai habis ya harus di-charge di beberapa stasiun pengisian khusus. Mobil ini nggak menghasilkan emisi atau gas buang berupa asap knalpot yang mencemari udara. Pemakaian mobil listrik juga mengurangi emisi gas rumah kaca karena nggak membutuhkan bahan bakar fosil sebagai penggerak utama. Indonesia kini masih terus berusaha merakit sendiri mobil listrik untuk dipasarkan di dalam maupun luar negeri.

Baterai Organik

Sekelompok ilmuwan University of Southern California (USC) merancang baterai berbahan air, yang disebut-sebut sebagai solusi energi masa depan. Meski belum mampu menghasilkan energi superbesar, baterai tanpa logam dan bahan beracun ini bisa mendukung daya bagi pembangkit listrik. Dia bisa bertahan selama 15 ribu kali pengisian ulang, atau sekitar 15 tahun pemakaian.Penggunakan baterai organik akan menekan seminim mungkin dampak perkembangan teknologi terhadap lingkungan. Temuan ini sudah dijukan dalam sebuah paten desain baterai. Studinya dipublikasikan dalam Journal of the Electrochemical Society.

Papan Reklame Penghasil Air

Universitas Teknik dan Teknologi di Peru membuat sebuah terobosan dengan menciptakan papan reklame yang bisa menghasilkan air dari udara yang tipis. Ini menunjukkan bagaimana teknologi juga bisa dimanfaatkan sebagai solusi krisis air bersih. Billboard membutuhkan listrik untuk lima generator yang membentuk sistem filtrasi osmosis terbalik, menangkap kelembaban udara, kondensasi dan memurnikan air, lalu mengisinya dalam 20 tangki. Air kemudian diangkut melalui saluran kecil ke tangki di bagian pangkal papan reklame, untuk dialirkan ke bawah menggunakan keran. Papan reklame ini terbukti menghasilkan 9.450 liter air hanya dalam waktu tiga bulan, sama dengan konsumsi air ratusan keluarga per bulan. Cool.

 

HAFIDA INDRAWATI

FOTO: 123RF

Share to :


Leave A Comment