Pemanah Muda Berprestasi Della Handayani

 

Panahan mungkin bukan olahraga paling populer di Indonesia saat ini. Peminatnya nggak sebanyak renang, basket, badminton, apalagi sepakbola. Della Adisty Handayani lahir dari rahim seorang pemanah wanita terbaik Indonesia, Lilies Handayani (pemanah wanita pertama yang membawa pulang medali Olimpiade untuk Indonesia lewat Olimpiade Musim Panas 1988 di Seoul). Kakeknya, Yahya Buari juga atlet panahan peraih medali emas berturut-turut dalam PON VII tahun 1969 sampai PON IX tahun 1977.

 

Dibesarkan dalam keluarga pecinta panahan, minat Della pada olahraga ini pun terpupuk sempurna sejak kecil. Berikut obrolan santai Superkids Indonesia bersama Della, usai latihan di Lapangan Panah KONI Jawa Timur di Jl Kertajaya Indah, Surabaya, awal Oktober 2014.

 

Hai, Della. Mulai kapan sih belajar panahan?

Umur 5 tahun. Busurnya dibuatin khusus dari kayu sama papa. Jadi enteng kan, kayak busur mainan. Biar semangat latihan, diiming-imingi duit. Kalau bisa kena warna kuning di papan target, dikasih Rp 100. Wah, jadi semangat beneran latihannya gara-gara duit Rp 100! Hahaha.

 

Nggak pernah dipaksa untuk menekuni panahan?

Dipaksa, didorong atau disuruh-suruh sih enggak. Tapi diarahin. Waktu kecil tiap hari pasti mainnya di lapangan panahan, ikut mama dan kakak (pemanah Dellie Threesyadinda) latihan. Lama-lama panahan seperti hobi. Kalau ditanya apa asyiknya, susah jawabnya.

 

Waktu kecil hanya kenal olahraga panahan?

Masuk SD aku ikutan silat dan renang juga. Tapi cuma untuk selingan. Yang utama tetap panahan, udah nggak bisa lepas dari hati deh. Mungkin juga karena terpacu ingin menjadi atlet panahan profesional seperti kakak.

 

Benar-benar sudah jadi ‘virus’ yang mendarah daging ya..

Eh, jangan salah. ‘Korbannya’ bukan cuma aku. Kakakku satu lagi (Irvaldi Ananda Putra) juga sama, sekarang jadi atlet panahan. Sudah otomatis tertanam di benak kami sejak kecil untuk menekuni ini. Anak-anak sekarang kan banyak yang mendadak ingin belajar panahan gara-gara nonton serial “Mahabarata” di TV.. Hihi.

 

Berapa kali latihannya per minggu?

Setiap hari. Anehnya, nggak ada bosannya. Kalau udah benar-benar bosan, gampang. Ya di rumah aja nggak usah latihan dulu. Tapi paling lama dua hari. Besoknya pasti udah balik ke lapangan lagi.

 

Sekolahnya gimana?

Aku selalu cari sekolah yang mendukung karirku sebagai atlet. Mama menekankan bahwa pendidikan itu penting. Kita nggak bisa mengandalkan hidup jangka panjang di panahan. Lihat deh, banyak mantan atlet hebat yang di masa tuanya mengalami kesulitan ekonomi. Kalau menang lomba, kita dapat bonus Rp 200 juta pun paling habis untuk dua tahun. Mama sejak 2012 diangkat jadi PNS di Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Kota Surabaya. Dalam usia segitu, mama baru mengawali kerja kantoran. Sementara pegawai lain yang sepantaran mama, pasti pangkatnya sudah tinggi semua.

 

Nggak pernah ninggalin kelas untuk kepentingan latihan?

Oh, sering! Hehehe. Paling parah waktu ikut pelatnas (pelatihan nasional) persiapan SEA Games 2013. Itu hampir setahun nggak masuk sekolah. Februari 2013 sampai Desember 2013 harus latihan setiap hari di lapangan Senayan, Jakarta. Tidurnya di Hotel Atlet Century Park.

 

Kok bisa naik kelas?

Aku paksain pulang sebulan sekali ke Surabaya untuk ujian, ulangan-ulangan, mengejar ketinggalan pelajaran. Itu judulnya ‘Naik Kelas dengan Nilai Pas-pasan’, hehe.

 

Tapi SEA Games-nya dapat emas?

Untung iya! Hahaha. SEA Games 2013 di Myanmar, aku  berhasil bawa pulang medali emas untuk Indonesia. Target terpenuhi.

 

Gimana mengatasi kangen orangtua kalau sedang pelatnas?

Nggak pernah tuh kangen sama mama-papa. Mungkin saking terbiasanya. Sejak kecil belum masuk TK aja, aku udah seriiing ditinggal mama berbulan-bulan untuk pelatnas. Aku sendiri mulai ikut pelatnas kelas 2 SMP untuk persiapan SEA Games 2011 di Jakarta. Dua bulan. Tapi dapat medalinya justru di Asian Grand Prix 2011 di Laos, bukan di SEA Games-nya. Jadi, nggak pernah kangen. Serius. Mungkin sekarang mama ya yang kangen kalau ditinggal-tinggal, hehehe.

 

Apa pengalaman paling seru di dunia panahan?

Bisa sekalian jalan-jalan keliling dunia gratis. Panahan membawa aku ke Singapura, Malaysia, Laos, Filipina, China, Korea Selatan, AS, Italia, Polandia, sampai Belanda. Selain itu, juga bisa mandiri secara finansial. Aku nggak pernah minta uang lagi ke orangtua sejak kelas 2 SMP.

 

Nggak enaknya?

Nggak punya banyak teman. Aku selama sekolah hampir nggak pernah sempat ikut ekskul (ekstrakurikuler) dan kegiatan-kegiatan apapun. Ekskul hanya satu kali. Itu juga pas SD, gabung bela diri tapak suci. Nggak enaknya lagi, panahan bikin item karena pasti seharian di lapangan. Cari deh, siapa atlet panahan berkulit putih mulus? Hehehe.

 

Berat nggak membawa nama mama yang begitu terkenal di bidang panahan?

Memang hampir semua orang akhirnya tahu aku anaknya Lilies Handayani. Tapi aku nggak menjadikan itu sebagai beban. Ya dibuat senang aja. Bangga dong menjadi anak seorang atlet berprestasi dunia seperti mama. Itu memacu aku dan kakak-kakak untuk berprestasi setinggi-tingginya.

 

Apa target selanjutnya?

Aku mau kuliah dan jadi pengusaha sukses. Rencananya akan ambil jurusan Manajemen atau Akuntansi di Fakultas Ekonomi Universitas Airlangga (Unair) Surabaya. Pingin kuliah serius, nggak kayak kakak yang lima tahun nggak lulus-lulus, hahaha. Nantinya aku mau merintis buka sekolah panahan bernama Srikandi Archery School. Ini sekaligus mewujudkan impian lama mama untuk mempopulerkan panahan di Indonesia.

 

BIOFACT

Nama: Della Adisty Handayani

Lahir: 28 Juni 1997

Sekolah: Kelas 3 SMAN 16 Surabaya

Orangtua: Denny Trisyanto dan Lilies Handayani

Saudara: Dellie Threesyadinda dan Irvaldi Ananda Putra

Prestasi :

  • Lima emas di Kejurnas Junior 2010
  • Dua emas dan dua perunggu di Kejurnas Umum 2010
  • Dua perak di Asian Grand Prix 2011 di Laos
  • Emas di PON 2012 di Riau
  • Perak di Asian Grand Prix 2013 di Bangkok
  • Emas di SEA Games 2013 di Myanmar

 

 

HAFIDA INDRAWATI

FOTO: HAFIDA INDRAWATI

Share to :


Leave A Comment