Fasilitas Memadai, Belum Tentu Cerdas

Seorang anak diberi  uang Rp 500 oleh ibunya. Yang Rp 200 ia pakai jajan, sisanya ia tabung ke dalam celengan. Ini termasuk ciri anak cerdas berperilaku. Apalagi kalau ia menunjukkan sikap adaptifnya secara konsisten. Ada orangtua atau tidak, dia akan tetap berperilaku adaptif. Tapi, anak yang cerdas berperilaku belum tentu bisa menjawab dengan benar bila ditanya berapa hasilnya empat dibagi dua.

 

Hal itu disimpulkan Ketua Divisi Tumbuh Kembang Anak dan Remaja, Departemen Ilmu Kesehatan Anak, RSUD Dr Soetomo Surabaya Dr Ahmad Suryawan SpA (K) di hadapan 850 Supermoms di Banjarmasin International Hotel, Banjarmasin, Minggu 9 Juni 2013. Dalam road show seminar Morinaga Platinum bertajuk “Siap Cerdaskan Si Kecil Sejak Dini?” itu, Dr. Wawan—sapaan Ahmad Suryawan—mengupas detil faktor-faktor yang memengaruhi kecerdasan anak.

 

Menurut Dr. Wawan, cerdas kognitif belum tentu cerdas berperilaku. “Itu dua hal yang sangat berbeda. Tapi semua ibu berkesempatan memiliki anak dengan kecerdasan lengkap; cerdas berperilaku dan berperilaku cerdas,” lanjut Dr Wawan. Ia menekankan, kekayaan juga bukan syarat utama membesarkan anak cerdas. Bahkan, anak yang tinggal di atas gunung pun bisa tetap tumbuh cerdas. Kecerdasan tidak dibentuk secara instan, melainkan melalui proses tahapan tumbuh kembang jangka panjang. Dimulai dari masa kandungan, bayi, anak kecil, pra sekolah, remaja, dan dewasa. “Lingkungan kondusif diperlukan, selain pengaruh dari faktor genetik dan keturunan,” ujarnya.

 

Salah satu peserta seminar, Era Puspasari, sangat senang dengan digelarnya acara ini. “Orang sering bilang, saya haus ilmu. Saya memang hobi ikut seminar parenting bareng suami, sampai ke Surabaya. Kita bisa sama-sama tahu bagaimana cara membentuk karakter positif anak, misalnya cerdas, seperti dipaparkan Dr. Wawan,” ujar Era, yang hadir bersama suami Dawuh Eko Suprianto dan putra mereka Muh Azzamy Kenzo Mubarok (2,5 tahun).

 

 

HAFIDA INDRAWATI

FOTO: HAFIDA INDRAWATI

Share to :


Leave A Comment