17 Fakta Atlet Angkat Besi Sri Wahyuni (2)

11 hari sebelum perayaan ke-71 Hari Kemerdekaan, Indonesia dapat hadiah supermanis dari dunia olahraga. Atlet angkat besi wanita Sri Wahyuni sukses harumin nama negara kita di ajang olahraga terbesar paling bergengsi Olimpiade. Sri meraih medali perak cabang olahraga angkat besi kelas 48 kilogram. Wow! Hebat, kan? Itu medali Olimpiade 2016 pertama lho buat Indonesia. Dapatnya juga langsung di hari pertama Olimpiade di Rio de Janeiro, Brasil, 6 Agustus 2016. Superkids penasaran sama sosok pahlawan masa kini untuk Indonesia ini? Berikut 17 fakta tentang Sri Wahyuni.

 

11. Nggak Ditonton Keluarga. Nggak ada satu pun saudara atau orangtuanya yang ikut mendampingi Sri bertanding di Rio de Janeiro. Tapi bukan berarti mereka nggak mendukung, ya. Keluarga Sri yang tinggal di Kampung Bojong Pulus, Desa Banjaran Wetan, Kabupaten Bandung, sebetulnya udah berusaha menyaksikan siaran langsung Olimpiade angkat besi lewat TV. Sayangnya, mereka salah jadwal. Saat Sri bertanding, keluarga Sri justru lagi tidur pulas.

 

12. Berita dari Junaidi. Kabar kemenangan Sri diterima sang ayah Candiana melalui telepon. Itu pun bukan dari Sri-nya langsung, melainkan Junaidi, suami pelatih Sri yang bernama MG Supeni. Hubungan Sri dengan pelatihnya memang udah kayak saudara. Sri dan Supeni sama-sama mahasiswi Universitas Bhayangkara Jakarta Raya (Ubhara Jaya), yang kampusnya di Bekasi Utara.

 

13. Delapan Piala. Sebelum ngkat beban 192 kilogram dan menang Olimpiade, Sri pernah delapan kali menang kompetisi internasional. Tahun 2013, dia dapat medali perak dari Kejuaraan Asia di Astana Kazakhstan (106 kilogram), medali emas di Islamic Solidarity Games (ISG) III Palembang (184 kilogram), dan medali emas lagi di SEA Games Myanmar (188 kilogram). Lalu, tahun 2014, Sri mendapat medali emas Kejuaraan Dunia Junior Kazan, Rusia (187 kilogram), emas Kejuaraan Dunia Junior angkatan clean & jerk (106 kilogram), perak Kejuaraan Dunia Junior angkatan snatch (81 kilogram), perunggu Kejuaraan Dunia Angkat Besi Almaty, Kazakhstan angkatan clean & jerk (176 kilogram), serta perak Asian Games Incheon, Korea Selatan (187 kilogram).

 

14. Angkat Besi sejak SD. Sri mulai latihan angkat besi umur 13 tahun. Nggak ada yang nyuruh, dia sendiri yang nangis-nangis minta sama ayahnya Candiana dianterin ke tempat latihan. Sri tertarik berlatih angkat besi dengan Maman Suryaman, dedengkot angkat besi Jawa Barat (Jabar), yang sekarang menjabat sebagai ketua Persatuan Angkat Berat, Binaraga, Angkat Besi Seluruh Indonesia (PABBSI) Jabar. Luky Normala, istri Maman, ngelihat Sri punya potensi besar untuk dibina menjadi atlet profesional. Sejak itu juga Sri pun diminta tinggal di asrama biar latihannya lebih rutin.

 

15. Nasi Padang. Sebagai mojang priangan, camilan favorit Sri adalah batagor. Tapi dia juga doyan makan mi kuah, yang jarang ada dalam daftar menu diet atlet. Sri biasa makan mi kuah sebelum bertanding. Itu pun nggak banyak, cukup sesendok dan satu seruputan aja. Atlet angkat besi memang harus jaga pola makan, terutama jelang pertandingan. Tujuannya biar berat badan tetap sesuai dengan kategori lomba. Tapi begitu selesai lomba, Sri biasanya langsung melahap nasi padang, menu favorit yang dia idam-idamkan.

 

16. Hobi Dandan. Dalam kompetisi olahraga, Sri tampil dengan tubuh berotot dan penuh keringat. Tahu nggak, dia sebenarnya juga punya sisi feminin yang sulit disembunyikan. Sehari-hari di luar jadwal latihan dan bertanding, Sri doyan banget dandan. Item andalannya adalah lipstik merah menyala, seperti warna merah pada bendera Indonesia. Nggak cuma ngedandanin wajah sendiri, dia juga sering mencari ‘korban’ lain untuk dirias. Tapi nggak jarang, teman-temannya juga yang datang pada Sri untuk minta di-make up-in.

 

17. Juara Agustusan. Jiwa sebagai petarung udah dimiliki Sri sejak kecil. Superkids mau bukti? Tiap Agustusan, Sri nggak pernah absen ngikutin semua lomba di kampungnya. Hampir segala jenis kompetisi pernah dia ikuti. Mulai balap karung, makan kerupuk, mencari koin di dalam tepung terigu, bawa kelereng di sendok, sampai panjat pinang. Nah, kalau sesi panjat pinang, Sri yang kekar selalu kebagian tugas sebagai pondasi alias paling bawah. “Katanya, kuat dan nggak goyang kalau saya yang di bawah,” kenang Sri terkekeh. Merdeka!

 

HAFIDA INDRAWATI

Share to :


Leave A Comment