Bertemu Sepeda Tinggi di Museum Mpu Tantular

Kita bisa lihat ratusan koleksi bersejarah yang dibagi dalam enam zona; Prasejarah, Klasik (Hindu-Budha), Islam, Kolonial, Koleksi Budaya, serta Teknologi Modern dan Peraga IPTEK.   

Pernah dengar nama Mpu Tantular, Superkids? Dia bukan bintang TV atau tokoh superhero. Mpu Tantular itu seorang pujangga besar, yang hidup di zaman Kerajaan Majapahit. Dia menulis kitab Arjunawijaya dan Sutasoma, yang di dalamnya terdapat falsafah Bhineka Tunggal Ika. Nama sang pujangga kini dipakai menjadi nama sebuah museum negeri di Sidoarjo, Jawa Timur.

Jangan bayangin isinya adalah pakaian, alat tulis menulis kuno, atau prasasti yang berhubungan dengan Mpu Tantular. Museum yang dikelola Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jawa Timur ini menyimpan berbagai peninggalan dari berbagai zaman. Mulai telepon meja buatan abad ke-18 M, alat musik jadul shimponion yang merupakan cikal bakal compact disc (atau jangan-jangan kamu bahkan hanya kenal iPod?), sampai logam moko berbahan perunggu dari Masa Perundagian. “Ini memang museum umum. Jadi koleksinya sangat beragam,” jelas Puguh Wiratmo, pemandu Museum Mpu Tantular pada Superkids Indonesia.

Berdiri di lahan seluas 3,28 hektare, kawasan museum terdiri dari 11 bangunan. Tapi yang paling wajib kita mampiri adalah Gedung Majapahit, Galeri Von Faber, dan Gedung Pameran Tuna Netra. Koleksi-koleksi andalan disimpan di Gedung Majapahit berlantai dua. Menurut Puguh, yang dianggap paling berharga adalah Hiasan Garudeya berbahan emas asli 22 karat seberat 1,163,09 gram. Koleksi ini ditemukan warga bernama Seger di Desa Plaosan, Wates, Kediri pada 1989.

“Kalau lihat reliefnya, kami perkirakan ini peninggalan abad ke-12 atau 13 M. Konon ia merupakan cinderamata dari Raja Siam untuk Raja Airlangga,” urai Puguh. Saking berharganya, Garudeya ditempatkan di sebuah ruang khusus bernama Ruang Khasanah, yang kuncinya hanya dipegang satu orang. Sayang, saat Superkids Indonesia mampir ke sana, si pemegang kunci belum datang. Padahal pagi itu juga ada kunjungan satu bus rombongan SDN Banyuajuh 2 Kamal, Madura. Mereka pun gagal melihat koleksi Garudeya yang begitu dibangga-banggakan.

Koleksi lain yang disukai pengunjung adalah sepeda jadul. Seperti sepeda kayu, sepeda tinggi, dan sepeda motor uap. Sepeda kayu merupakan bentuk sepeda paling awal yang dirancang Michel Kesler di Jerman pada 1766. Seperti namanya, sepeda ini benar-benar murni hanya menggunakan bahan kayu, termasuk roda kayu. Tanpa pedal, ia bisa dipakai di jalan datar atau menurun saja. Kecepatannya sekitar 15 kilometer per jam.

Sedangkan sepeda tinggi dibuat James Starley dan William Hillman asal Inggris. Sepeda ini berbahan metal, dengan roda belakang kecil dan roda depan besar. Cara mengendarainya jelas butuh keahlian khusus, terutama harus jago lompat dan manjat. Sepeda-sepeda ini hanya untuk dipajang, nggak bisa dinaiki apalagi dicoba untuk berjalan.

Di sini juga kita bisa ketemu kerangka asli ikan paus, yang terdampai di Pantai Kenjeran Surabaya pada 2004. Untuk mengawetkan kerangkanya, pihak museum bekerjasama dengan Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Airlangga (Unair) Surabaya. Mereka menanam bangkai paus selama tiga bulan, lalu dikeluarkan rangkanya dan dibersihkan untuk dipajang. “Jadi ini bukan fosil. Semua asli, kecuali rangka bagian ekor karena rapuh dan hancur,” ujar Puguh, yang ikut terlibat dalam pembuatan rangka tersebut.

Di Gedung Pameran Tuna Netra, terdapat beragam koleksi dengan keterangan menggunakan huruf Braille. Meski diperuntukkan bagi tuna netra, pengunjung lain juga boleh masuk untuk melihat-lihat isinya. “Kami ingin para penyandang tuna netra juga bisa menikmati museum ini. Makanya, secara khusus dibuatlah tulisan dengan huruf Braille. Tujuannya agar pengetahuan sejarah mereka juga nggak kalah sama teman-teman lain,” jelas Puguh.

Nama Mpu Tantular baru digunakan museum ini pada 1 November 1974. Awalnya ia bernama Stedelijk Historisch Museum Soerabaia. Pendirinya adalah seorang kolektor benda antik asal Jerman, Godfried von Faber. Faber menetap di Surabaya dan bekerja sebagai jurnalis. Ia mendirikan museum pada 1933. Namanya ikut diabadikan sebagai nama salah satu galeri di Museum Mpu Tantular sekarang.

Museum Mpu Tantular di Jl Raya Buduran bisa ditempuh sekitar 30 menit dari Bandara Juanda. Ia diresmikan pada14 Mei 2004. Dulunya museum ini berlokasi sangat strategis di jalur utama kota Surabaya, tepatnya di Jl Taman Mayangkara yang berseberangan dengan Kebun Binatang Surabaya (KBS). Tempat lama itu kini digunakan sebagai Perpustakaan Bank Indonesia. Harga tiket masuk hanya Rp 4.000 (dewasa) dan Rp 3.000 (anak-anak). Hari biasa buka pukul 08.00-15.00, Jumat tutup pukul 14.00, Sabtu dan Minggu hanya sampai jam 12.30. “Kami tutup hari Senin untuk membersihkan museum. Sebab kalau weekend jumlah pengunjung meningkat,” terang Puguh.

 

 

 

Museum Mpu Tantular (www.museum-mputantular.com)
Jl Raya Buduran – Jembatan Layang, Sidoarjo, Jawa Timur, 61252
Telp/Faks 031-8056688, E-mail : mputantular68@yahoo.com

HAFIDA INDRAWATI
FOTO: HAFIDA INDRAWATI

 

Share to :


Leave A Comment