Inikah Rumah Kelahiran Bung Karno?

Pemerintah Kota Surabaya menetapkannya sebagai bangunan cagar budaya.

Ada yang bilang Blitar, ada yang meyakini Surabaya. Tempat kelahiran proklamator kemerdekaan yang juga presiden pertama Indonesia, Soekarno (Bung Karno) masih jadi perdebatan sampai sekarang, 114 tahun setelah dia dilahirkan. Bung Karno meninggal di Jakarta, 21 Juni 1970, kemudian dimakamkan di Blitar, Jawa Timur. Tapi di mana tepatnya dia dilahirkan pada 6 Juni 1901 silam?

Sebuah rumah tua di perkampungan Pandean, Surabaya kini disebut-sebut sebagai tempat sang bunda Ida Ayu Nyoman Rai melahirkan Bung Karno. Letaknya di Gang Pandean IV nomor 40, Kelurahan Peneleh, Kecamatan Genteng, Kota Surabaya. Warga sengaja memasang poster raksasa Bung Karno di gerbang pinggir jalan, agar memudahkan orang menemukannya. Namun kondisi rumah selalu tertutup. Penghuni tidak mengizinkan sembarang orang -apalagi wartawan- masuk melihat-lihat isi bangunan bersejarah itu. Para wisatawan pun sering pulang menyimpan rasa penasaran.

Dari luar, rumah tampak sederhana dengan tembok warna putih dan bagian bawah dipasangi tegel merah. Kusen pintu dan jendela dicat biru. Pintunya berupa dua kaca hitam yang dilengkapi kunci gembok di bagian luar. Pintu ini berada tepat di tengah, di antara deretan tiga jendela kaca di sisi kiri dan kanan. Di atas pintu terlihat plakat cagar budaya berwarna keemasan yang dipasang Pemerintah Kota (pemkot) Surabaya pada 2013. Tertulis “Rumah Kelahiran Bung Karno, Jl Pandean IV/40, Rumah tempat kelahiran dan masa kanak-kanak Bung Karno (Presiden Pertama RI)”. Plakat juga mencantumkan nomor surat keputusan wali kota Surabaya yang menetapkan rumah itu sebagai bangunan cagar budaya. Bunyinya, “Bangunan Cagar Budaya sesuai SK wali kota Surabaya No 188.45/321/436.1.2/2013”.

Mahmud, pemilik rumah, mengaku tidak ambil pusing dengan penetapan huniannya sebagai tempat Bung Karno dilahirkan. Dia membeli rumah itu tahun 1990 dan tidak pernah menyangka asetnya bakal ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya. “Mau pasang plakat, pasang aja. Tapi saya tidak ada urusan,” tegasnya pada Superkids Indonesia. Mahmud sendiri meragukan Bung Karno benar terlahir di sana. Menurutnya, tahun 1901 daerah Pandean masih berupa tanah tanpa rumah. Ia pun kaget saat tiba-tiba pihak pemkot menyebut rumahnya sebagai rumah kelahiran Bung Karno. Apalagi dia langsung kebanjiran tamu yang ingin melihat kondisi situs bersejarah itu. Mahmud mengaku kecewa karena menilai Pemkot Surabaya kurang serius merawat rumahnya, walau dianggap berharga. “Sejak 2011 banyak orang datang, termasuk Bu Mega (Megawati Soekarnoputri, putri Bung Karno), ratusan media meliput, tapi mana hasilnya? Sampai sekarang tidak ada,” sungut laki-laki bertubuh tinggi kurus berusia 70 tahunan ini.

Infonya, Pemkot Surabaya sebetulnya serius ingin membeli rumah tersebut. Namun harga yang ditetapkan Mahmud terlalu tinggi, yaitu Rp 5 miliar. Yang jadi pertanyaan, bagaimana Pemkot Surabaya meyakini rumah itu benar tempat Bung Karno dilahirkan?  Wah, kita jadi ngomongin sejarah nih Superkids.

Penelusuran rumah kelahiran Bung Karno dilakukan The Soekarno Institute sejak 2007. Lembaga ini didirikan wartawan senior asal Nusa Tenggara Timur bernama Peter Apollonius Rohi. Peter adalah sejarawan yang menulis buku “Soekarno sebagai Manoesia” terbitan 2008.

Tulisan-tulisannya tentang Bung Karno juga termuat di www.soekarnopedia.com. Ia mempelajari berbagai sumber literatur yang diterbitkan sebelum tahun 1966. Ia juga berburu data hingga ke Belanda. Hasilnya, Bung Karno diketahui pernah tinggal di perkampungan Pandean dan Peneleh. Peter bersama tim The Soekarno Institute mendatangi dua kawasan itu. Mereka menggali informasi dari sesepuh setempat tentang keberadaan Bung Karno di sana. Setelah dikonfirmasi, hasil riset ini dilaporkan ke Pemkot Surabaya untuk dikaji. Keputusannya, dipastikan Bung Karno lahir di Pandean IV nomor 40, yang sekarang ditinggali Mahmud.

Penetapan ini dilakukan secara simbolik dengan peletakan batu prasasti pada 6 Juni 2011, tepat di hari kelahiran Bung Karno. Seremonial dipimpin Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini, disaksikan Peter, Bambang Sulistomo (putra Bung Tomo) dan Haryono Sigit (wakil keluarga Bung Karno). Beberapa waktu kemudian, Mega datang bersama putrinya Puan Maharani dan adiknya Guruh Soekarnoputra untuk menapak tilas tempat pertama kehadiran Bung Karno di Bumi ini.

Sementara klaim sebagian orang bahwa Bung Karno lahir di Blitar, berdasar pada isi buku legendaris “Sukarno: An Autobiography as Told to Cindy Adams (Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat Indonesia)” yang ditulis Cindy, jurnalis wanita asal AS. Buku hasil wawancara langsung dengan Bung Karno di Jakarta pada 1961-1964 itu diterbitkan setahun kemudian oleh The Bobbs-Merrill Company Inc, New York. Di dalamnya tercantum pengakuan Bung Karno tentang kelahirannya, yang dibarengi dengan suara letusan Gunung Kelud. Posisi kota Blitar yang berada di kaki gunung tersebut kemudian memunculkan spekulasi bahwa Bung Karno lahir di kota Blitar.

 

HAFIDA INDRAWATI

FOTO: HAFIDA INDRAWATI

Share to :


Leave A Comment