Cara Tepat Perlakukan Anak Tunarungu

Anak dengan gangguan pendengaran (tunarungu) bukan untuk disembunyikan. Mereka juga istimewa, punya kelebihan, dan bisa dilatih untuk mengoptimalkan indera lainnya.

Sibuk sering jadi alasan orangtua sehingga abai pada tumbuh kembang anak. Padahal, makin cepat menyadari adanya gangguan, makin mudah ditangani dengan benar. Konsultan Tumbuh Kembang Anak RSUD Dr Soetomo Surabaya, dr Mira Irmawati SpA(K) mengaku paling sedih bertemu orangtua model begini. “Jangan suka banding-bandingin anak dengan anak tetangga, atau kakaknya, atau sepupunya. Bandingin saja perkembangannya dengan Kartu Menuju Sehat (KMS) dari Posyandu, yang sesuai standar dokter dan psikolog,” pesan Mira prihatin.

Masalah pendengaran pada anak pun sebetulnya bisa dideteksi sejak ia masih bayi. Waspadai kalau si kecil tidak mengalami perkembangan bahasa dan bicara. Misalnya, sampai usia tiga bulan, bayi tidak bereaksi saat diajak bicara, juga tidak menangis saat pipis maupun lapar. Atau, sampai usia setahun belum bisa mengucap satu pun kata bermakna (mama, susu, dadah dan sejenisnya). Pada anak yang lebih besar, gagal mengucap konsonan tertentu juga perlu diwaspadai. Misalnya, bilang ‘susu’ jadi ‘cucu’, ‘mata’ jadi ‘ata’, ‘pesawat’ jadi ‘pewawat’, atau ‘bantal’ jadi ‘mbantal’.

Langkah awal yang harus dilakukan adalah memeriksakan anak ke tempat yang benar. Usahakan menjalani pemeriksaan di rumah sakit besar yang fasilitasnya lebih lengkap. Kalau memang ia punya gangguan pendengaran, anak wajib pakai alat bantu dengar sesuai derajat pendengarannya. Urusan ini bisa dikonsultasikan dengan audiologist di hearing centre. Langkah berikut adalah mengikutkan anak terapi dengar dan terapi bicara secara rutin. Dalam proses ini, peran orangtua dalam bekerjasama dengan para ahli (dokter spesialis Telinga Hidung Tenggorokan, dokter anak, speech therapist, auditory verbal therapist, audiologist, dan lain-lain) sangat penting untuk mencapai hasil yang diinginkan.

Lalu, bagaimana cara kita sebagai orangtua memperlakukan anak tunarungu dengan benar? “Pahami apa yang ingin disampaikan anak, baik itu ocehan atau gesture. Berikan respons positif agar mereka merasa dihargai dan makin terstimulasi melakukan bahasa verbal,” saran Dwi Yanti AMd TW, Konsulen Terapi Wicara dan Auditory Verbal Therapy. Orangtua juga harus peka untuk tahu apa bakat dan minat anak. Misalnya anak suka sepakbola, daftarkan dia di sebuah sekolah sepakbola untuk mengasah kemampuan. Ini sekaligus bakal menumbuhkan rasa percaya diri pada anak tunarungu, yang sangat rawan menjadi korban bullying.

Menurut Dwi, mendidik anak tunarungu menjadi pribadi yang mandiri juga bukan hal mustahil. Semua tentu harus diawali dari lingkungan rumah. Orangtua sebaiknya memperlakukan anak tunarungu seperti anak normal lain, dengan tidak melayani segala apa kemauan dan kebutuhannya. Ia menyarankan Supermom membuat timeline kegiatan biar anak terbiasa melakukan aktivitas sesuai jadwal. Ia juga menganjurkan orangtua selalu melibatkan anak dalam kegiatan sehari-hari. Seperti merapikan tempat tidur, membereskan mainan, menyiapkan pakaian, menyiram tanaman, dan sebagainya.

“Dengan membiasakan anak melakukan rutinitas, orangtua sebenarnya sudah menumbuhkan rasa tanggung jawab pada dirinya. Ini yang nanti membentuk karakter anak menjadi sosok mandiri,” jelas pendiri Sentra Terapi Tumbuh Kembang ‘Rumah Belajar Kepompong’ di kawasan Jagakarsa, Jakarta Selatan ini.

Dwi menambahkan, orangtua harus memberi kepercayaan pada anak untuk bertindak. Jangan menganggap anak tidak bisa apa-apa karena keterbatasan pendengarannya. Hanya karena tunarungu, tidak berarti dia harus dikasihani dan diistimewakan. “Contoh paling gampang, biarkan anak pergi sendiri ke kios samping rumah untuk beli permen. Orangtua hanya perlu mengawasi tanpa diketahui anak,” ujar Dwi, yang menyelesaikan pendidikan di Akademi Terapi Wicara Jakarta dan Cochlear Training and Experience Centre Indonesia.

 

HAFIDA INDRAWATI

FOTO: I23RF PHOTOS

 

Share to :


Leave A Comment