Mengenal Disleksia, Disgrafia, dan Diskalkulia pada Superkids

Apa kesamaan Albert Einstein, Thomas Alfa Edison, dan Leonardo da Vinci? Selain merupakan tokoh bersejarah dunia, ketiga jenius ini juga sama-sama mengalami kesulitan belajar berlabel disleksia. Istilah disleksia menjadi semakin populer seiring pemutaran film “Wonderful Life”, yang ramai ditunggu para Superparent, sejak trailer-nya dirilis lewat YouTube. Film ini menceritakan perjuangan seorang ibu dengan anak yang mengalami tiga gangguan belajar sekaligus. Yakni disleksia, disgrafia, dan diskalkulia.

 

Disleksia bisa diartikan sebagai kesulitan membaca secara teknis. Dalam arti luas, disleksia juga berarti segala bentuk kesulitan yang berhubungan dengan kata-kata. Superkids yang mengalami gangguan ini bakal kesulitan membaca, mengeja, menulis, maupun memahami kata-kata. Sayangnya, gejala disleksia sulit dideteksi sejak dini. Kebanyakan Superparent baru menyadari anak mengalami gangguan ini setelah Superkids masuk sekolah, saat tugas membaca semakin banyak.

 

Di media sosial Facebook, terdapat komunitas Dyslexia Parent Support Group (DPSG) Indonesia, tempat para Superparent berbagi informasi seputar penanganan disleksia. Komunitas ini juga aktif berbagi info melalui Twitter.

 

Kesulitan belajar lain yang banyak dialami adalah disgrafia (kesulitan menulis). Superparent maupun guru sering salah mempersepsikan disgrafia sebagai kebodohan. Padahal, disgrafia bukan disebabkan kemalasan, tingkat intelegensi yang rendah, asal-asalan menulis, atau tidak mau belajar. Gangguan ini juga bukan karena kurangnya perhatian Superparent pada dia. Melainkan merupakan gangguan neurologis yang menghambat kemampuan mengharmonisasikan ingatan dengan penguasaan gerak otot secara otomatis saat menuulis,

 

Ciri disgrafia antara lain:

  • Huruf yang sama sering kali ditulis dalam bentuk yang berubah-ubah.
  • Mencampurkan pemakaian huruf besar dan kecil.
  • Bentuk maupun ukuran huruf dalam tulisan tidak proporsional.
  • Kesulitan memegang pulpen dengan baik. Kadang terlalu menempel dengan kertas.
  • Tetap kesulitan menyalin contoh tulisan yang sudah ada.

 

Superparent sebaiknya nggak membandingkan kemampuan menulis Superkids dengan anak lain. Bangun rasa percaya dirinya, dan dorong untuk terus berlatih menulis. Salah satu cara yang bisa membantu adalah membiarkannya mengetik menggunakan komputer. Tuntun Superkids untuk manfaatin fitur korektor ejaan biar tahu di mana kesalahan menulisnya.

 

Bagaimana dengan diskalkulia? Ini adalah gangguan kemampuan berhitung yang mengarah pada bidang studi matematika. Superkids yang mengalami diskalkulia bakal kesulitan mengalkulasi dan meghitung angka secara sistematis. Ada tiga faktor yang menjadi penyebabnya. Pertama, kelemahan pada proses penglihatan. Bila ini sumbernya, Superkids juga berpotensi mengalami gangguan disleksia dan disgrafia seperti tokoh Aqil dalam film “Wonderful Life”.

 

Kedua, bermasalah dalam hal mengurut informasi. Superkids bakal kesulitan membaca kode-kode dan mengeja, serta apapun yang membutuhkan kemampuan mengingat kembali secara detail. Ketiga, fobia matematika karena pernah trauma dengan pelajaran berhitung.

 

Selain penanganan yang dilakukan para ahli, Superparent dapat membantu mengurangi gangguan belajar ini melalui beberapa cara.

  • Melatih ingatan dengan sering menyanyikan angka-angka.
  • Tuangkan konsep matematika secara tertulis di atas kertas agar Superkids mudah melihatnya.
  • Visualisasikan konsep matematika yang sulit dimengerti melalui gambar.
  • Praktikkan konsep matematika dalam kehidupan sehari-hari. Misal, berapa jumlah piring makan yang harus disiapkan untuk seluruh anggota keluarga, berapa banyak seragam yang dia gunakan dalam seminggu, dan berapa sepatu yang akan dipakai Superkids untuk bepergian.

 

HAFIDA INDRAWATI

FOTO: ISTOCK

Share to :


Leave A Comment