Waspadai Narkolema pada Superkids di Era Digital

Perang lawan narkoba nggak habis-habisnya dilakukan pemerintah. Lewat kampanye ber-tagline Say No to Drugs, kesadaran masyarakat tentang bahaya narkoba dibangkitkan. Tapi, tahu nggak kalau ada narkoba versi lain yang juga berbahaya untuk masa depan generasi muda?

 

Dalam seminar “Smart Parents in Digital Era” di SDK St Theresia II Surabaya, 28 Mei 2016, psikolog Irma Gustiana A MPsi Psi mengingatkan Superparents untuk waspada terhadap anak-anak yang kecanduan gadget. Irma menyebut ancaman bahaya ini sebagai narkolema, alias narkoba lewat mata.

 

“Sama bahayanya dengan narkotika. Anak-anak menyerap berbagai tayangan informasi melalui pandangan mata, memproses di otak, menyebar ke syaraf-syaraf, dan mereka jadi kecanduan. Anak betah menatap layar berjam-jam, bahkan seharian. Itu bisa menimbulkan gangguan pada kesehatan fisik maupun mentalnya,” tegas ibu dua anak, yang membuka praktik Psikologi Anak, Remaja dan Keluarga di Lembaga Psikologi Terapan (LPT) Universitas Indonesia, Jakarta, ini.

 

Irma mengakui, penggunaan teknologi digital juga punya segudang manfaat untuk Superkids. Misalnya, menjadi sumber belajar dan ilmu pengetahuan, serta mengembangkan kemampuan berbahasa tulis maupun lisan. Gadget pun terbukti dapat melancarkan komunikasi Superkids dengan keluarga dan teman-teman.

 

Tapi, jangan lupa, narkolema ini juga bisa membahayakan Superkids. Tayangan bermuatan pornografi sangat banyak dan bebas diakses pengguna internet, termasuk anak-anak. Hasil riset Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) tahun 2012 menunjukkan, Indonesia termasuk negara pengakses situs porno terbesar, dan sebagian user-nya adalah anak di bawah umur.

 

Lewat media sosial, anak-anak pun rawan terkena cyberbullying, yaitu intimidasi atau pelecehan. Bahkan, games online yang banyak digandrungi, sebetulnya mengandung unsur kekerasan yang nggak terstuktur. “Akibatnya, dalam diri anak muncul pemahaman bahwa kekerasan adalah hal yang biasa dalam menyelesaikan masalah,” sesal Irma.

 

Ketagihan games online membikin anak jadi malas melakukan kegiatan. Termasuk memenuhi kebutuhan pokok tubuh, seperti tidur dan makan. Akibatnya, anak kehilangan minat belajar dan konsentrasi di kelas menurun. Otomatis, prestasi sekolah bakal ikut merosot. Anak pun terlihat lebih agresif dan kurang berempati karena seringnya melihat aksi kekerasan pada games. Efek lain yang mudah terlihat adalah anak berubah malas menjaga kebersihan maupun kesehatannya. Ia menolak berinteraksi di luar rumah dan lebih senang bermain dengan temannya di dunia maya.

 

Irma mengingatkan, bebasnya akses internet rawan membuat anak kehilangan jati diri. Ia menjadi kurang menghargai budaya lokal dan lebih mengikuti budaya asing, seperti yang sering dilihat lewat internet. Tapi yang paling ditakutkan lagi adalah anak bisa menjadi korban predator online atau pelaku kejahatan seksual, yang mengintai lewat media sosial.

 

Yuk, waspada Superparent. Mari menjadi orangtua yang cerdas di era digital ini!

 

HAFIDA INDRAWATI

FOTO: ISTOCK, ANWAR

Share to :


Leave A Comment