5 Kesalahan Ortu tentang Uang ke Anak

 

Uang, berapapun jumlahnya, nggak bisa begitu saja kita hambur-hamburkan di tempat belanja. Anak belajar dari kita tentang bagaimana menggunakan uang, Superparent. Berikut ini lima kesalahan terbesar yang paling sering kita lakukan.

 

1. Merasa Anak Kita Harus Punya Apa yang Anak Lain Punya

Ini jelas buah dari pengalaman masa kecil kita sendiri, ya. Kalau kita tumbuh dalam kondisi serbakurang dibanding anak lain, kita tentu nggak ingin itu juga terjadi sama anak kita sekarang. Bukankah itu alasan kenapa kita bekerja begitu keras selama ini? Tapi, apakah kita ingin mengajarkan aksi jor-joran pada anak? Enggak, dong.

Mungkin berat menjadi satu-satunya anak yang nggak punya ponsel di kelas. Jadi, kita beliin dia ponsel. Lalu, mungkin berat cuma punya ponsel biasa, bukan smart phone. Lalu, mungkin berat punya ponsel keluaran tahun lalu, dan bukan yang terbaru-terkeren-terwow! Nggak akan ada habisnya, Superparent. Stop dan pikirkan, “Kenapa saya melakukan ini? Pesan apa yang ingin saya sampaikan?”

Memang nggak ada yang salah dengan membeli barang-barang bagus. Tapi, kalau anak selalu mudah mendapatkan itu semua tanpa menyadari berapa harganya, dia akan terlatih untuk selalu ingin mendapatkan yang lebih dan lebih. Masa kita mau sih, anak kita merasa keren hanya karena barang-barangnya keren?

 

2. Menjauhkan Anak Kita dari Urusan Pembayaran

Orangtua punya banyak alasan untuk nggak melibatkan si kecil dalam obrolan seputar keuangan keluarga. “Kita nggak mau merebut kebahagiaan masa kecilnya.” Atau, “Ngomongin harga-harga itu nggak sopan.” Padahal, semua yang menyangkut uang bisa jadi bahan pembelajaran. Jadi, kalau kita keluar makan malam, lihatin aja bill-nya. Kita bisa mulai jelasin tentang pajak dan tip. Bagi anak-anak, ini juga bisa menjadi pelajaran berhitung tambahan yang menarik.

 

3. Gunakan Kartu Kredit buat Beliin Anak Sesuatu yang Seharusnya Tidak

Ini bahaya keuangan terbesar yang bisa mengancam keluarga di manapun. Anak dengar kita bilang, “Yaaah, uangku habis. Pakai kartu kredit aja ah.” Parahnya, dia melihat kita menarik kartu dari dompet dan mendapatkan barang dengan harga tak terjangkau itu. Apa sih pesan yang tersampaikan ke mereka? “Kita bisa membeli tanpa khawatir membayar. Ini pesan terburuk orangtua kepada anak sepanjang masa,” terang Neale Godfrey, Chairman Children’s Financial Network, yang juga seorang ibu. So, Superparent, pastikan anak-anak paham kalau tagihan bakal datang di akhir bulan dan kita harus membayarnya sedikit demi sedikit tiap bulan, sampai lunas.

 

4. Belikan Anak Sesuatu dan Melarangnya Memberitahu Papa

Ini menjadikan anak bersikap tertutup soal uang. Kita juga pasti nggak mau mengajarkan anak menipu, dengan mengikutkan dia berkonspirasi soal uang melawan ayahnya. “Ok, ini kartu kredit Mama. Sana beli video game, tapi jangan bilang-bilang Papa, ya. Ntar kalau ditanyain, bilang aja itu hadiah Natal dari opa kemarin. Papa nggak mungkin inget kok.” Solusi untuk masalah ini hanya satu: jangan lakukan itu. Kalau kita nggak terbuka dengan suami/istri tentang pembelanjaan, jangan kaget kalau nantinya anak mungkin bisa menipu kita dengan cara yang sama. Mau?

 

5. Terlalu Gampang Memberi Uang ke Anak

Kita sudah memberinya uang saku mingguan. Tapi, perhatikan permintaan mereka setiap hari, yang seharusnya bisa dia dapat dengan uang sakunya itu. “Pa, ada bazar nih besok di sekolah.” “Aku mau ke mal sama Jimmy, Ma. Minta duit dong buat jajan..” Sering dengar kalimat itu? Selembar demi selembar, tapi bukan kebiasaan baik untuk diteruskan. Coba deh bertahan untuk nggak memberi uang ekstra lagi, dan lihat berapa banyak yang selama ini harusnya bisa kita tabung dari pengeluaran anak. Kita harus mengontrol setiap perpindahan uang dari tangan kita ke tangan anak, Superparent. Kalau anak minta uang, tanyakan secara spesifik buat apa, sebelum memutuskan untuk memberi atau tidak.

 

 

FOTO: THINKSTOCKS

Share to :


Leave A Comment