7 Tips Jadi Orang Tua Cerdas di Era Digital

“Mbak, anak saya berusia 8 tahun, saat ini sedang sulit sekali diarahkan. Ia kelihatannya hanya tertarik main game yang ada di gadget-nya. Sepertinya ia sudah kecanduan, tiap hari berjam-jam bermain gadget sehingga tugas sekolah tidak selesai. Saya sendiri sudah sering kali mengingatkan, tapi dia justru marah-marah dan melawan. Apa yang harus saya lakukan? Saya mulai khawatir dengan kelakukannya.”

 

Curhat itu dikirim seorang ibu di Depok pada psikolog Irma Gustiana Andriani MPsi Psi. Irma, yang sejak 2003 menjalankan praktik Psikologi Anak, Remaja dan Keluarga di Lembaga Psikologi Terapan (LPT) Universitas Indonesia (UI) Jakarta, menerima banyak e-mail dengan keluhan serupa. Apakah Superparent termasuk sedang menghadapi masalah yang sama?

 

Gen-Z sudah kenal perangkat digital sejak lahir. Mereka terbiasa dengan layar sentuh, gadget, smartphone, tablet, dan internet. Anak-anak digital ini jelas lebih canggih dibanding Superparent yang terlahir sebagai generasi X dan Y. Maka, tentu dong gaya pengasuhan harus berubah, sebab masalah dalam mendidik Superkids juga berubah. Anak kecanduan gadget merupakan tantangan paling umum yang banyak dihadapi Superparent.

 

Apakah anak sebaiknya tidak bersentuhan dengan gadget? Gimana membuat mereka tidak selalu bergantung pada internet? Dalam seminar “Smart Parents in Digital Era” yang digelar Ultra Milk dan Superkids Indonesia di Sekolah Cipta Cendikia di Karedenan, Bogor, 30 April 2016 lalu,  Irma membeberkan tujuh tips menjadi orang tua cerdas di era digital.

 

1. Mau Belajar. Iya, orang tua cerdas memang harus terus menimba ilmu. Tidak perlu sampai menguasai teknologi canggih. Yang diperlukan adalah bersikap terbuka pada perkembangan teknologi dan meng-update diri dengan informasi terkini mengenai teknologi.

2. Monitor Gadget Anak. Bukan karena kepo atau apa. Ini bertujuan untuk menghindari Superkids dari kecanduan game atau internet. Tiga hal utama yang perlu Superparent control adalah berapa lama waktu yang digunakan Superkids, jam berapa dia memanfaatkan waktu untuk belajar dan menggunakan perangkat teknologi, serta konten apa yang boleh dilihat.

3. Komunikasi Terbuka. Sikap kritis Superkids perlu dihadapi  dengan kemampuan komunikasi Superparent yang tepat. Irma sama sekali tidak menganjurkan untuk mengancam anak. Ia menyarankan Superparent agar memberi kesempatan pada Superkids untuk menyampaikan pendapat. Lalu, Superparent bisa menyimak dan memberikan feedback. “Misalnya memberi tahu apa itu cyberbullying, pendidikan seksualitas, serta etika dalam menggunakan teknologi,” pesan founder Irma and Co Child and Family Psychological Services ini.

4. Sarana Belajar. Tuntun Superkids untuk bisa memanfaatkan teknologi dengan tepat sebagai sarana belajar, menambah pengetahuan, berkreasi, dan mengembangkan daya imajinasi. Perangkat digital tidak melulu tentang game!

5. Pelajari Media Sosial. Kenal Path, Instagram, Facebook, atau Twitter? Superparent sangat perlu belajar mengenai ragam media sosial dan ikut menjelajah di dalamnya. Dengan begitu, akan lebih mudah untuk memberi informasi yang tepat tentang pemanfaatan media sosial pada Superkids.

6. Role Model. Superparent nggak cukup hanya memerintah Superkids melalui kalimat. Superparent juga perlu memberikan contoh pada mereka bagaimana menyeimbangkan penggunaan gadget dalam kehidupan. Kalau melihat orang tuanya seharian main gadget, jangan heran kalau anak pun nggak bisa lepas dari gadget sepanjang hari. Anak akan belajar dari orang tua mengenai manajemen waktu ini.

7. Atur Penggunaan Gadget. Bikin aturan terkait penggunaan gadget. Yaitu hanya boleh menerima pertemanan dari teman yang dikenal, jangan menggunakan foto pribadi untuk profile picture, gunakan hanya nama depan atau panggilan, tidak membagi data pribadi lainnya, tidak mengunduh aplikasi tanpa persetujuan orang tua, tidak membagikan password ke orang lain, tidak menyebarkan gosip maupun foto teman atau orang lain tanpa izin.

 

HAFIDA INDRAWATI

FOTO: ISTOCK

Share to :


Leave A Comment