Asal Mula Pulau-Pulau Di Mentawai

Ada mitos yang menjadi legenda di masyarakat tentang asal-usul penamaan pulau-pulau di Kabupaten Mentawai. Penasaran Superkids?

Kepulauan Mentawai adalah salah satu kabupaten yang terletak di provinsi Sumatera Barat. Terdiri dari 4 kelompok pulau utama yang berpenghuni yaitu Pulau Siberut, Pulau Sipora, Pulau Pagai Utara dan Pulau Pagai Selatan yang dihuni oleh mayoritas masyarakat suku Mentawai.

Dahulu, suku Mentawai tinggal dalam satu kampung bernama Simatalu yang kini masuk dalam wilayah Kecamatan Siberut Utara. Hidup rukun dan saling menghormati satu sama lain. Suatu ketika, kerukunan masyarakat di kampung itu terpecah akibat ulah seorang warganya yang membuat kekacauan.

Hari itu, seorang lelaki setengah baya berjalan seorang diri menuju ke hutan mencari kayu bakar. Saat mengumpulkan ranting-ranting kayu, dia melihat sebatang pohon sipeu (sejenis buah mangga yang terdapat di Siberut Utara). Pohon sipeu itu berbuah lebat dan mulai masak. Dia pun membuat garis lingkaran di tanah mengelilingi batang pohon itu.

Lelaki setengah baya itu pun pulang sambil memikul kayu bakar. Selang beberapa saat datang seorang lelaki lain di tempat itu. Saat melihat garis lingkaran di bawah pohon sipeu itu, ia pun tertarik untuk membuat garis lingkaran yang lebih luas.

Keesokan harinya, pagi-pagi sekali si lelaki yang pertama kembali mendatangi tempat itu. Dia merasa senang ada sipeu yang sudah masak jatuh di garis lingkarannya. Ketika mengambil buah itu, tiba-tiba pandangannya tertuju pada sipeu lain yang lebih besar dan tergeletak di dalam garis lingkaran yang dibuat orang lain. Saat itulah muncul sifat serakahnya.

Lelaki yang serakah itu cepat-cepat mengambil sipeu yang besar dan menaruh sipeu kecil miliknya ke lingkaran orang lain. Dia kembali ke rumahnya dengan perasaan senang. Lelaki  kedua pun tiba di tempat itu. Betapa senang hatinya saat melihat sipeu kecil tergeletak di lingkarannya. Ketika mengambil buah itu, ia merasa ada sesuatu yang janggal pada tempat buah itu terjatuh. Jejak buah yang tercetak di tanah itu tidak sama dengan sipeu miliknya.

Lelaki kedua itu pun segera memeriksa garis lingkaran milik orang lain. Dugaannya benar. Setelah mencocokkan jejak yang ada di garis lingkaran itu dengan sipeu yang dipegangnya ternyata ukurannya sama persis. Merasa kecewa dia membawa pulang sipeu itu. Dia berniat menyelidiki siapa yang telah melakukan kecurangan itu.

Keesokan harinya, lelaki kedua itu datang lebih pagi. Ia memanjat pohon sipeu itu lalu mengambil dua buah. Sipeu yang lebih besar diletakkan di garis lingkaran miliknya, sedangkan sipeu yang kecil diletakkan di garis lingkaran orang lain. Lalu bersembunyi di balik semak.

Tak berapa lama lelaki pertama datang. Dia kembali menukar sipeu kecil yang jatuh di lingkarannya dengan sipeu besar milik orang lain. Lelaki kedua yang menyaksikan kejadian itu pun tahu orang yang telah menipunya selama ini adalah tetangganya, sekampung di Simatalu.

Tidak ingin terjadi perpecahan diantaranya, ia memilih mencari daerah baru untuk tempat tinggal. Lelaki kedua beserta keluarganya meninggalkan Simatalu. Mereka berlayar tanpa arah dan tujuan. Beberapa hari mengarungi samudera, sampailah mereka di daerah yang bermuara dua. Rombongan ini memeriksa keadaan sekitar. Ternyata tidak bagus dijadikan tempat tinggal.

Rombonga meninggalkan daerah itu. Mereka menamakan daerah tersebut Dua Monga (dua muara). Akhirnya melanjutkan pelayaran ke daerah yang lain. Ketika tiba, anjing yang mereka bawa mendahului turun. Daerah itu pun mereka namai Majojok. Ternyata tidak cocok dijadikan tempat tinggal. Mereka pun memutuskan mencari daerah lain.

Beberapa hari berlayar, rombongan sampai di suatu daerah. Gelang salah seorang anggota rombongan terjatuh. Daerah itu mereka namakan Bele Raksok, gelang jatuh. Daerah itu masih belum cocok dijadikan tempat tinggal. Kembali berlayar sampai di daerah Siberut Selatan. Pemandangan sekitar mempesona, pantainya berpasir putih. Mereka pun menamai Bulau Buggei, pasir putih.

Daerah itu masih dianggap kurang cocok. Beberapa hari berlayar, rombongan berlabuh di Siberut Selatan. Daerah itu memiliki banyak Muntei, mereka menamainya Muntei. Mereka kembali meneruskan pelayaran. Rombongan mulai putus asa, dan melanjutkan perjalanan hingga di pulau yang banyak pohon Paddegat. Mereka menamai pulau itu Pulau Mapaddegat. Pulau ini kini masuk ke wilayah Sipora.

Pelayaran dilanjutkan hingga rombongan tiba di Tuapejat, termasuk wilayah Sipora. Daerah ini memiliki cuaca dan iklim yang bagus. Mereka pun memutuskan untuk menetap, membangun rumah dan membuka lahan perkebunan untuk ditanami. Daerah itu terus berkembang. Dan lama-kelamaan menjadi kampung yang ramai. Tuapejat menjadi nama desa di wilayah Kecamatan Sipora Utara, ibukota Kabupaten Kepulauan Mentawai.

 

DICERITAKAN KEMBALI OLEH: NURUL L. IRFAN

ILUSTRASI: RUSDAH ULFA

 

 

Share to :


Leave A Comment