Bapak Bangsa Mohammad Hatta (1902-1980)

Nama Dr H Mohammad Hatta selalu disandingkan dengan Ir Soekarno, sesama proklamator kemerdekaan Republik Indonesia (RI). Hatta adalah seorang organisatoris, aktivis partai politik, negarawan, pejuang kemerdekaan, pelopor koperasi, dan wakil presiden pertama Indonesia. Dia lahir di Fort de Kock (sekarang Bukittinggi, Sumatera Barat), 12 Agustus 1902. Ia anak kedua pasangan H Muhammad Djamil dan Sitti Saleha. Kakak perempuannya Rafi’ah lahir pada 1900.

 

Ayah Hatta adalah keturunan ulama tarekat di Batu Hampar, salah satu nagari (desa) yang dikenal sebagai sentra pendidikan Islam ala surau di Kecamatan Akabiluru, Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat. Kakeknya Syekh Abdurrahman bin Abdullah al Khalidi merupakan ulama terhormat pendiri Surau Batu Hampar. Nggak heran kalau Hatta udah menjalani pendidikan agama yang taat sejak kecil. Sedangkan ibunya berasal dari keluarga pebisnis. Sitti merupakan putri saudagar sukses Ilyas Bagindo Marah, yang usahanya merambah sampai ke kawasan Kota Sawahlunto dan Lubuk Sikaping, Sumatera Barat.

 

Nama asli Hatta sebetulnya Mohammad Athar, terinspirasi dari nama seorang sufi termasyhur asal Persia, Fariduddin Attar. “Athar sendiri artinya harum. Namun, karena orang-orang tua dan lingkungan kami sulit menyebutkan nama Athar, maka sehari-hari, dia dipanggil Atta, yang kemudian berkembang menjadi sebuah nama baru, Hatta,” kata Rafi’ah Lembaq Tuah, kakak Hatta, dalam buku “Seri Dimata, Pribadi Manusia Hatta: Hatta dan Sumpahnya”, yang ditulis Yus Sudarso. Saat berusia tujuh bulan, ayah Hatta meninggal dunia. Ibunya lalu menikah lagi dengan Agus Haji Ning, saudagar asal Palembang, kenalan sang ayah Ilyas. Dari pernikahan kedua ibunya ini, Hatta memiliki empat saudara tiri yang semuanya perempuan.

 

PENDIDIKAN NOMOR SATU

Hatta besar di lingkungan masyarakat yang menyadari pentingnya pendidikan. Maka, selain mendapat bekal dasar ilmu agama yang kuat di rumah, Hatta juga rajin bersekolah. Ia mulai tertarik pada usaha pergerakan saat remaja. Tahun 1916 memang masa-masa awal munculnya komunitas pemuda di berbagai daerah. Hatta bergabung dengan Jong Sumatranen Bond (JSB), sebuah perkumpulan yang bertujuan mempererat hubungan para pelajar asal Sumatera, mendidik pemuda Sumatera menjadi pemimpin bangsa, serta mempelajari dan mengembangkan budaya Sumatera.

 

Lulus SMA tahun 1921, Hatta mendapat beasiswa untuk kuliah di Belanda. Dia tercatat sebagai mahasiswa Handels Hogeschool (sekarang Universitas Erasmus, Rotterdam), perguruan tinggi ekonomi bergengsi. Di luar perkuliahan, Hatta aktif bergabung dalam Indische Vereeniging (Perhimpunan Hindia), organisasi pelajar dan mahasiswa asal Hindia (Indonesia) yang studi di Belanda. Di sinilah dia memulai karir politiknya. Organisasi ini mulanya bersifat sosial, namun akhirnya berubah menjadi sebuah organisasi politik bernama Perhimpunan Indonesia (PI).

 

Hatta mempimpin PI pada 1926. Organisasi ini berkembang aktif melakukan propaganda di mancanegara. Hampir semua kongres internasional di Eropa diikuti. Termasuk Kongres Demokrasi Internasional untuk Perdamaian di Bierville, Prancis. Hatta memimpin langsung delegasi PI ke sana dengan misi mengenalkan nama Indonesia di kancah dunia. Indonesia pun resmi diakui organisasi-organisasi internasional untuk menyebut wilayah Hindia Belanda.

 

Dianggap berbahaya, ia sempat ditangkap pemerintah Belanda dan dijebloskan ke sebuah penjara di Cassius-straat, Rotterdam. Namun Mahkamah Pengadilan di Den Haag membebaskan Hatta dari segala tuduhan.

 

KEMBALI KE INDONESIA

Pada 1932, Hatta kembali ke Indonesia dan membentuk Pendidikan Nasional Indonesia (PNI) Baru. Ia aktif menulis tentang pergerakan kemerdekaan Indonesia dan pemberontakan terhadap Belanda di media massa. Resah, pemerintah Belanda akhirnya mengasingkan Hatta ke tempat yang dikenal sangat mengerikan, Boven Digoel, Tanah Merah, Papua. Kawasan terpencil ini merupakan tempat buangan tanpa rumah sakit, sekolah, dan masa depan bagi tawanan politik. Mereka tidak dipenjara dalam ruangan sempit. Melainkan hidup bebas dikelilingi rimba liar yang ganas, binatang buas, pasir hidup, dan nyamuk malaria. Hatta sempat dipindah ke Banda Neira, Kepulauan Banda. Ia tetap rajin mengirim tulisan ke media massa selama dibuang ke pengasingan.

 

Saat Jepang datang menguasai Indonesia, Hatta dipanggil ke Jakarta dan ditawari pekerjaan sebagai penasehat Jepang. Hatta mengiyakan, meski kemudian memanfaatkan itu untuk membela kepentingan rakyat Indonesia. Hatta sibuk menyiapkan proklamasi kemerdekaan dengan menjadi anggota Panitia Sembilan, yang dibentuk Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Tugas mereka adalah mengolah usul dan konsep dasar negara Indonesia. Jelang proklamasi, ia dan Bung Karno diundang ke Dalat (Vietnam) dan dilantik sebagai ketua dan wakil ketua Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) oleh Panglima Asia Tenggara Jenderal Terauchi. Badan ini bertugas melanjutkan hasil kerja BPUPKI dan menyiapkan pemindahan kekuasaan dari pihak Jepang pada Indonesia.

 

Proklamasi kemerdekaan Indonesia dibacakan 17 Agustus 1945. Tempatnya bergeser dari rencana awal di lapangan Ikatan Atletik Djakarta alias Ikada (sekarang Monas) ke Jl Pegangsaan Timur 56, Jakarta. Esok harinya, Soekarno-Hatta dilantik sebagai presiden dan wakil presiden Indonesia.

 

Hatta sangat banyak berjasa untuk Indonesia. Usai proklamasi, berbagai cara dilakukan sekutu untuk menguasai Tanah Air kembali. Hatta berupaya keras mempertahankan kemerdekaan dan mendapatkan pengakuan dunia internasional tentang sebuah negara merdeka bernama Indonesia. Puncak keberhasilan ini adalah saat Hatta mewakili Indonesia dalam Konferensi Meja Bundar di Den Haag, 23 Agustus sampai 2 November 1949. Hatta berhasil melakukan negosiasi agar Belanda dan dunia internasional mengakui kedaulatan Indonesia.

 

HAFIDA INDRAWATI

ILUSTRASI: SENJA TIAR

Share to :


Leave A Comment