Bunga Kemuning Jelmaan si Puteri Kuning

Dulu, duluuu banget, di Riau ada 10 bersaudara yang semuanya perempuan. Ayah mereka adalah seorang raja, tapi ibu sang permaisuri meninggal waktu melahirkan anak ke-10. Karena udah tua dan gampang lupa, raja mengganti nama putri-putrinya seperti nama warna. Ada Puteri Jambon, Puteri Jingga, Puteri Nila, Puteri Biru, Puteri Ungu, Puteri Hijau, Puteri Kelabu, Puteri Oranye, Puteri Merah dan Puteri Kuning. Biar raja gampang membedakan yang mana si Puteri Hijau mana Puteri Ungu, baju yang mereka pakai sehari-hari juga harus sesuai dengan namanya. Wah, bisa Superkids bayangin, betapa colorful mereka saat berkumpul bermain bersama.

 

Sebagai anak piatu, para putri dirawat inang pengasuh. Jangan bayangin gimana repotnya ngurusin 10 anak perempuan cantik ini. Mereka manja, bandel, nggak mau belajar, suka bertengkar dan tiap hari pinginnya main ke danau. Ada satu yang rada berbeda, yaitu si bungsu Puteri Kuning. Daripada mainan nggak jelas setiap hari, dia lebih suka bantuin para petugas istana merapikan taman. Jelas aja sembilan kakaknya hobi mem-bully dia. Terutama penampilannya yang kadang kotor karena habis bersihin taman. “Mana ada puteri jorok gitu?” ejek si sulung Puteri Jambon, diikuti derai tawa lainnya. Tapi Puteri Kuning malas meladeni mereka. Bagi dia, mikirin apa kata haters cuma buang-buang waktu berharga.

 

Nah, suatu hari, raja pamitan mau pergi jauh. Semua puteri dikumpulin. Raja bertanya pada mereka satu per satu, mau dioleh-olehin apa sepulang dari negeri seberang nanti? “Berlian!” Puteri Ungu menjawab yakin. “Clutch yang mewah,” harap Puteri Kelabu. “Gaun sutera biru,” pinta Puteri Biru. ”Stiletto merah termahal!” kata Puteri Merah. Semua punya permintaan seputar itu-itu aja. Yak, semua, kecuali si Puteri Kuning.

 

Kakak-kakaknya udah nggak sabar pingin tahu dia minta apa. Waktu raja bertanya padanya, Puteri Kuning menjawab sambil tersenyum, “Aku nggak minta apa-apa sama ayah. Aku cuma ingin ayah pulang dengan selamat.” Raja sangat haru mendengar keinginan Puteri Kuning. Sebaliknya, semua saudaranya tertawa terbahak-bahak sampai ngeluarin air mata. “Dasar low taste!” hina mereka serempak, menyebut julukan baru untuk si Puteri Kuning.

 

Selama raja pergi, kelakuan para puteri semakin nggak terkontrol. Mereka membentak pengasuh, menjahili penjaga istana, minta dimasakin yang aneh-aneh, dan sebagainya. Karena sibuk meladeni permintaan para puteri, banyak tugas yang akhirnya terbengkalai. Puteri Kuning berinisiatif membantu. Dia nggak gengsi belanja ke pasar, memasak untuk kebutuhan makan petugas istana, sampai bersihin taman yang memang udah biasa dilakukan. Kakak-kakaknya nggak habis pikir melihat kesibukan Puteri Kuning. Mereka berusaha mengganggu dengan mengotori taman yang barusan dibersihkan. Melihat Puteri Kemuning lincah memegang sapu dan menyapu ulang, Puteri Biru melontarkan kalimat kasar. “Wow, ada pelayan baru ternyata di sini!” Tapi itu nggak membuat Puteri Kuning jera.

 

Saat raja datang, dia hanya melihat Puteri Kuning sedang membersihkan taman. Anak-anaknya yang lain asyik bermain di danau seperti biasa. Raja merasa sangat bangga sekaligus haru memiliki satu-satunya anak yang rajin dan baik budi. Ia memberikan kalung permata hijau yang sangat indah sebagai hadiah. “Ayah tahu kamu nggak minta oleh-oleh. Tapi ayah juga nggak lega kalau semua kakakmu kebagian dan kamu tidak,” kata raja sambil menyerahkan kalung untuk Puteri Kuning. Ia sudah berusaha keras mencari kalung dengan batu permata berwarna kuning untuk si bungsu, namun yang ada hanya hijau. “It’s okay, ayah. Lihat nih, permata hijau juga serasi kan sama warna bajuku yang kuning,” hibur Puteri Kuning.

 

Besoknya, Puteri Hijau iri melihat kalung permata hijau di leher adiknya. “Heh, itu pasti punyaku! Aku kan Puteri Hijau!” hardiknya berusaha merampas. Puteri Kuning yang selama ini hanya diam, segera melawan. “Jangan macam-macam, ya. Ayah ngasih ini ke aku, bukan kamu,” tegasnya. Puteri Hijau kaget melihat adiknya melawan. Dia melapor ke saudara-saudara yang lain, dengan cerita hiperbola yang penuh bumbu. Dia bilang, Puteri Kuning mencuri kalung berlian hijau untuknya dari kantung baju ayah. Mereka sepakat menyerang Puteri Kuning dan merebut kalung permata hijau itu.

 

Tentu saja Puteri Kuning melawan, nggak rela pemberian ayahnya tersayang diambil begitu saja. Tapi karena dia sendirian dan lawannya bersembilan, ia dikeroyok sampai -astaganaga!- meninggal. Kakak-kakaknya pun terkejut saat tahu aksi anarkis mereka mengakibatkan Puteri Kuning kehilangan nyawa. Mereka sebetulnya nggak bermaksud sesadis itu, namun apa daya semua sudah terjadi. Biar nggak ketahuan ayah, mereka cepat-cepat mengubur Puteri Kuning di halaman istana, tempat ia biasanya menyapu setiap pagi dan sore.

 

Raja merasa sangat kehilangan. Kakak-kakaknya diam seribu bahasa, semua mengaku tidak tahu kemana Puteri Kuning pergi. Raja sedih dan marah. Berbulan-bulan pencarian dilakukan di seluruh pelosok negeri, tapi puteri kesayangannya nggak pernah kembali. Suatu hari, ia duduk termenung di pinggir taman, memikirkan anaknya yang tidak juga pulang. Lalu raja melihat ada tanaman baru yang sangat indah di salah satu sudut taman. Tempat itu sebetulnya merupakan kuburan Puteri Kuning yang ia cari-cari.

 

Raja terpesona melihat ada bunga yang merekah indah seperti gaun puterinya, dengan daun hijau berkilau bagaikan permata. Warna bunganya putih kekuningan dan beraroma wangi. Tanaman ini mengingatkan dia pada Puteri Kuning. “Baiklah, aku akan menamaimu bunga kemuning,” kata raja gembira. Ia mengobati rasa rindunya pada Puteri Kuning dengan merawat bunga kemuning sehingga tumbuh subur menghiasi halaman istana.

 

Moral of the Story: berstatus putri raja atau anak seorang bos besar bukan alasan untuk menjadikan kita sombong. Itu juga nggak otomatis membuat Superkids merasa berhak untuk mem-bully seseorang, dalam bentuk apapun, baik verbal maupun fisik.

 

DICERITAKAN KEMBALI OLEH HAFIDA INDRAWATI

ILUSTRASI: SUPERKIDS INDONESIA

Share to :


Leave A Comment