Mengenal Mohammad Husni Thamrin, Tokoh Nasionalis Berdarah Eropa

Nama MH Thamrin seringkali tertuju pada sebuah nama jalan protokol yang termasuk kawasan segi tiga emas di Jakarta. Nama ini juga diabadikan sebagai nama lembaga pendidikan, nama gedung, bahkan fotonya terpampang pada uang pecahan rupiah kertas yang diterbitkan pemerintah pada 16 Desember 2016 lalu. Lalu siapa sebenarnya sosok MH Thamrin ini?

 

Mohammad Husni Thamrin atau lebih sering disebut dengan MH Thamrin adalah tokoh Betawi yang hidup pada masa Hindia Belanda. Thamrin lahir dari keluarga terpandang pada tanggal 16 Februari 1894 di Sawah Besar, Batavia (Jakarta). Thamrin memiliki darah Inggris dari kakeknya yang menikah dengan perempuan Betawi. Kakeknya memiliki bisnis hotel di kawasan Petojo, sedangkan ayahnya, Thabrie Thamrin, pernah  menjabat sebagai wedana Batavia pada tahun 1908 dibawah gubernur jenderal Cornelis Van Der Wick.

 

Hidup sebagai anak wedana tidak membuat Thamrin lupa diri, ia dikenal cerdas dan suka bergaul dengan masyarakat dari segenap lapisan. Thamrin kecil yang mempunyai nama panggilan Matseni, bahkan suka mandi di kali Ciliwung bersama teman-temannya dari kalangan kebanyakan dan tak canggung tidur dengan mereka. Kedekatannya dengan rakyat biasa inilah yang kelak menumbuhkan pemikiran-pemikiran yang berpihak pada rakyat.

 

Thamrin menyelesaikan pendidikan di sekolah Belanda, Koning Willem III, yang membuatnya fasih berbahasa Belanda dan memiliki kemampuan berdebat yang baik. Di sekolah ini Thamrin mulai tertarik di bidang politik, dan mengagumi tokoh-tokoh pergerakan seperti dr. Douwes Dekker, dr. Tjipto Mangunkusumo, Van der Zee, dan dr. Koperberg. Mengenyam pendidikan kolonial dan dibesarkan di lingkungan islam yang kental membuat Thamrin mempunyai pemikiran yang maju, moderat, sekaligus tetap mempertahankan identitas kebetawiannya. Dalam berdebat, Thamrin lebih mengedepankan argumen yang kuat, dibanding menggunakan kata-kata tajam dan keras. Pembawaan Thamrin yang santun ini membuat ia disegani pemerintah Hindia Belanda maupun tokoh-tokoh pergerakan nasional lainnya.

 

Awal karirnya dimulai saat menjadi pegawai magang di Residen Batavia sebelum akhirnya bekerja sebagai klerk di perusahaan perkapalan Koniklijke Paketvaart-Maatschappij (KPM) (1914-1924). Kiprah politiknya dimulai ketika Thamrin terpilih menjadi anggota Dewan Kota (Gemeenteraad, 1919-1941) dan berlanjut menjadi anggota Dewan Rakyat (Volksraad, 1927-1941).

 

Pada tahun 1919, Mohammad Husni Thamrin diangkat menjadi anggota Dewan Kota (Gemeenteraad). Sejak saat itu ia makin giat untuk memperjuangkan ide-idenya untuk memperbaiki keadaan masyarakat Betawi. Pada tahun 1923, Thamrin mendirikan Persatuan Kaoem Betawi untuk memajukan warga Batavia (Jakarta) yang saat itu mengalami diskriminasi oleh pemerintah Hindia Belanda. Organisasi ini kurang berkembang, karena pada akhirnya Thamrin dituntut lebih banyak memikirkan kepentingan nasional yang lebih luas.

 

Seiring dengan posisinya yang semakin menguat, secara bertahap Thamrin mendapat kepercayaan untuk menduduki posisi-posisi penting di masyarakat. Selama aktif di Gemeenteraad, Thamrin giat menghimpun kekuatan nasionalis dalam satu wadah, dan akhirnya berhasil membentuk satu fraksi khusus, yaitu Fraksi Nasional. Thamrin memanfaatkan kesempatan ini untuk mengungkapkan beratnya penderitaan buruh perkebunan di Sumatera, yang akhirnya mendapat simpati dari banyak negara sehingga peraturan Belanda, yaitu poenale sanctie (ancaman hukuman terhadap pekerja perkebunan) yang memberatkan rakyat berhasil dihapus.

 

Pada tahun 1927 Thamrin ditunjuk sebagai anggota Volksraad (Dewan Rakyat) mewakili kelompok pribumi (inlander), mengisi posisi yang dinyatakan kosong oleh Gubernur Jendral. Pada mulanya posisi ini ditawarkan kepada HOS Cokroaminoto dan Dr. Sutomo, tetapi kedua tokoh besar tersebut menolaknya. Kemudian dibentuklah panitia yang diketuai oleh Dr. Sarjito yang akhirnya menjatuhkan pilihannya kepada Muhammad Husni Thamrin dengan mempertimbangkan pengalamannya sebagai anggota Gemeenteraad. Pada tahun ini pula, Thamrin ikut serta terlibat dalam pembentukan PPKI yang didirikan di Bandung, 17 Desember 1927, mewakili kaum Betawi.

 

Jika pada awalnya Thamrin lebih fokus pada persoalan lokal memperjuangkan kaum Betawi, sebagai anggota Volksraad, Thamrin dituntut untuk mampu melihat permasalahan yang lebih kompleks dan lebih bersifat nasional, sejalan dengan sifat dan kedudukan Volksraad itu sendiri. Apalagi pada tahun pengangkatannya sebagai anggota Volksraad, keadaan  di Hindia Belanda mengalami perubahan yang sangat penting, yakni adanya reaksi pemberontakan pada tahun 1926 dan 1927 yang dipicu oleh kekejaman Hindia Belanda. Disisi lain, langkah pergerakan nasional Indonesia juga mengalami perubahan sebagai akibat dari didirikannya PNI, dan munculnya Bung Karno sebagai pimpinan utamanya.

Pada tahun 1929 telah terjadi suatu insiden penting di dalam Gemeenteraad berkaitan dengan pengisian lowongan jabatan wakil walikota Betawi (Batavia). Tindakan pemerintah kolonial yang lebih banyak memberi kesempatan kepada orang Belanda dibanding orang pribumi yang lebih berkompeten mendapat reaksi keras dari Fraksi Nasional. Fraksi ini mempelopori aksi pemogokan dan akhirnya berhasil. Pada akhirnya Muhammad Husni Thamrin diangkat sebagai wakil walikota Batavia.

Thamrin dikenal sebagai sahabat Soekarno yang saling  melengkapi. Jika dwitunggal Soekarno-Hatta disebut perpaduan Jawa-luar Jawa serta gabungan orator ulung dengan administrator andal, pasangan Thamrin-Soekarno dapat dilihat sebagai perpaduan modus perjuangan secara kooperatif dan nonkooperatif. Jika Soekarno lebih memilih jalur nonkooperatif melawan pemerintah Hindia Belanda, sebaliknya, Thamrin menggunakan jalur kooperatif dengan menduduki posisi penting dalam pemerintahan untuk memperjuangkan kepentingan rakyat. Kedua jalur itu saling melengkapi perjuangan bangsa dalam mencapai kemerdekaan. Bahkan dari tahun 1933 sampai 1942 saat pergerakan Soekarno-Hatta-Sjahrir terkesan terhenti, justru Thamrin tetap bergerak dengan bersemangat di Volksraad. Thamrin sering disebut satu napas dengan Bung Karno. Ia hadir saat Soekarno diadili, dijebloskan ke penjara, serta saat Soekarno dibuang ke Ende. Sebaliknya, saat Belanda menghukum Thamrin dengan tahanan rumah, Soekarno berkunjung ke rumahnya.

 

Thamrin kemudian bergabung dengan Partai Indonesia Raya (Parindra) pada tahun 1935 dan terpilih menjadi wakil ketua Parindra menggantikan dr. Sutomo yang meninggal pada tahun 1938.

 

Pada tahun 1937 karir politik Thamrin semakin gemilang dengan terpilihnya menjadi ketua Volksraad. Meskipun sering kalah dalam pemungutan suara, Thamrin seringkali menunjukkan perlawanan atas kebijakan-kebijakan yang tidak berpihak pada Indonesia dan hanya menguntungkan Belanda, seperti anggaran pembangunan perumahan elit Menteng yang lebih mendapatkan prioritas daripada perbaikan perkampungan kumuh, juga penetapan harga beli komoditas hasil rakyat yang lebih rendah daripada hasil perkebunan swasta Belanda, dan terkait pajak serta anggaran untuk angkatan perang yang jauh lebih tinggi daripada anggaran untuk pertanian. Bersama anggota lain di Volksraad, Thamrin mempertanyakan anggaran pertanian yang hanya 57 juta gulden, sedangkan angkatan darat, laut, dan polisi 174 juta gulden.

 

Pada bulan Mei 1939, Husni Thamrin menjadi salah satu pelopor bergabungnya 4 organisasi nasional dalam 1 nama Gaboengan Politiek Indonesia (GAPI) yang memiliki 4 tujuan utama: Indonesia menentukan nasib sendiri, persatuan nasional, pemilihan secara demokrasi, dan solidaritas antara warga Indonesia dan Belanda untuk memerangi fasisme.

Di tahun yang sama, perjuangan Husni Thamrin melalui Volksraad terus berlanjut dengan mengajukan mosi yang meminta penggunaan istilah Indonesia, Indonesisch, dan Indonesier (Indonesia, Bahasa Indonesia, dan Rakyat Indonesia) digunakan sebagai pengganti Nederlands Indie, Nederlands Indische dan Inlander. Setelah mosi ini, pemerintah Hindia Belanda melakukan pengawasan lebih ketat pada pergerakan Husni Thamrin. Apalagi, Thamrin menolak mengibarkan bendera Belanda saat kelahiran Ratu Wilhelmina, 31 Agustus 1940.

Selain sebagai pejuang, M.H Thamrin merupakan seorang pedagang yang berhasil. Dengan uangnya sendiri, pada tahun 1932 ia berhasil membeli lapangan di daerah Petojo, Jakarta, sebagai tempat bermain bola anak-anak Betawi yang saat itu dilarang bermain di daerah Menteng oleh Hindia Belanda. Thamrin juga membeli sebuah bangunan di Jalan Kenari, Jakarta, dari seorang Belanda bernama Meneer De Has untuk keperluan perjuangan. Gedung tersebut dihibahkan untuk kegiatan pergerakan nasional Indonesia menuju kemerdekaan. Gedung ini menjadi Sekretariat Permufakatan Perhimpunan-Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI) sehingga dikenal dengan Gedung Permufakatan. Gedung yang beralamat di Jalan Kenari II No 15 Jakarta Pusat ini selain sebagai tempat rapat-rapat dan musyawarah menuju kemerdekaan Republik Indonesia, juga mempunyai peran penting akan lahirnya lagu kebangsaan Indonesia yang konsepnya dibuat oleh WR. Supratman di gedung ini. Gedung di Jl. Kenari ini kemudian menjadi Museum M.H Thamrin.

Kiprah Husni Thamrin dalam pergerakan nasional, berjuang untuk rakyat, kemajuan masyarakat pribumi, dan puncaknya menuntut Indonesia berparlemen dan merdeka membuat pemerintah kolonial mencari alasan untuk menangkapnya. Sejak tanggal 6 Januari 1941 ia dikenakan tahanan rumah, karena dituduh melawan Belanda dan bekerja sama dengan Jepang. Walaupun dalam keadaan sakit, Thamrin tidak boleh dikunjungi teman-temannya. Akhirnya Husni Thamrin meninggal dunia pada 11 Januari 1941 dan dimakamkan di pemakaman Karet Bivak, Jakarta.

Untuk menghargai perjuangan Husni Thamrin, melalui SK Presiden: Keppres No 175 Tahun 1960, Tanggal 28 Juli 1960, ia ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional oleh Presiden Soekarno. Pemerintah Provinsi Jakarta juga membangun patung MH Thamrin setinggi 4.5 meter berbahan perunggu yang diresmikan Gubernur DKI Jakarta saat itu, Fauzi Bowo pada 3 Juni 2012, bertepatan dengan hari jadi Jakarta ke-485. Foto Husni Thamrin juga ditampilkan pada perangko serta uang kertas rupiah. Nama MH Thamrin diabadikan sebagai nama sekolah menengah unggulan di Jakarta, universitas, maupun lembaga pendidikan lain untuk memberikan semangat dan inspirasi pada generasi muda.

 

 

Nuril Mahmudi

Foto: Biografi Tokoh Pahlawan Indonesia Blogspot

Share to :


Leave A Comment