Nenek Pakande dari Sulawesi Selatan

Ini legenda yang sangat populer di kalangan anak-anak Sulawesi Selatan. Kisahnya diceritakan  turun temurun sampai sekarang.

Dulu, jauh sebelum kita dan bahkan ibu-ibu kita lahir, ada seorang nenek yang doyan memakan bayi dan anak kecil. Dia berkeliaran di daerah Soppeng, salah satu kabupaten di Provinsi Sulawesi Selatan. Sebetulnya penampilan nenek ini sangat biasa. Dia seperti perempuan tua lain yang berkulit keriput dan rambut beruban. Nggak ada yang mencurigakan dari dia.

Aksi jahatnya menculik dan memakan anak kecil dilakukan hanya malam hari. Siapa korbannya? Bukan anak-anak yang tidur nyenyak di kamar atau duduk manis nonton TV. Melainkan anak-anak yang masih asyik keluyuran bermain di luar. Baginya memang lebih gampang menculik mereka yang berkeliaran di luar ketimbang harus menyusup dulu ke dalam rumah. Warga menyebut dia Nenek Pakande. Nama itu berasal dari kata ‘manre’ dalam bahasa suku Bugis, yang artinya ‘makan’. Pakande kurang lebih bisa diartikan ‘tukang makan’.

Setelah tiga anak berhasil ia jadikan menu makan malam, kejahatan Nenek Pakande pun mulai ketahuan. Warga jadi curiga sama Neneka Pakande karena peristiwa kehilangan mulai terjadi sejak si nenek datang. Tapi bagaimana cara menghentikan aksinya?

Nenek Pakande pasti punya ilmu gaib yang tinggi. Dia diyakini hanya takut sama Raja Bangkung Pitu Reppa Rawo Ale, raksasa pemakan manusia jahat yang juga pernah berkeliaran di sana. La Beddu, pemuda setempat yang dikenal cerdik, punya ide. Dia minta disiapkan belut, kura-kura, salaga (garu), satu ember penuh busa sabun, kulit rebung kering, dan batu besar. Warga semula menganggap Beddu hanya sesumbar. Mana mungkin dia bakal sanggup mengalahkan Nenek Pakande yang sakti hanya dengan bermodal busa sabun dan lain-lain? Tapi La Beddu berhasil meyakinkan mereka.

Warga juga menyiapkan pancingan berupa seorang bayi lucu. Bayi montok itu tidak dibiarkan di luar, melainkan disimpan dalam rumah sendirian dengan pintu terbuka. Nenek Pakande rupanya terpancing. Mungkin juga karena dia bosan berkeliling dan tidak  menemukan satu anak pun di luar rumah.

Saat bersiap menggendong si bayi, tiba-tiba ada suara keras dari atap rumah. “Hei, jangan ambil bayi itu. Enyah kamu dari sini atau kumakan!” teriak La Beddu, menyamar sebagai Raja Bangkung. Suaranya terdengar menggelegar karena memakai kulit rebung kering berbentuk seperti terompet sebagai corong. Tapi Nenek Pakande tidak percaya begitu saja. Ia yakin itu hanya seseorang yang berpura-pura menjadi Raja Bangkung.

La Beddu kemudian menumpahkan seember air sabun dari atap rumah. Nenek Pakande kaget, mengira air sabun sebagai tetesan air liur si raksasa jahat. Tapi dia masih kurang yakin itu benar Raja Bangkung. Maka La Beddu menjatuhkan salaga yang bentuknya mirip sisir besar dan beberapa ekor kura-kura yang bagaikan kutu raksasa.

Kini Nenek Pakande benar-benar ketakutan. Dia berlari kencang keluar rumah panggung itu, tapi malah terpeleset belut yang sengaja diletakkan warga di dekat tangga. Nenek Pakande jatuh berguling-guling ke tanah. Kepalanya membentur batu besar.

Tapi dia tidak menyerah. Berdiri terhuyung-huyung, Nenek Pakande bersumpah, “Suatu saat saya pasti kembali! Akan saya pantau anak-anak kalian dari jauh dengan cahaya bulan.” Ia juga  berteriak mengancam, “Saya akan memakan anak-anak yang masih berkeliaran di luar rumah saat malam!”

Setelah itu, Nenek Pakande pergi entah kemana. Benarkah ia akan kembali?

 

DICERITAKAN KEMBALI OLEH HAFIDA INDRAWATI

ILUSTRASI: CAECILIA SANDY SIPUTRI

 

 

Share to :


Comment (1)
Neylaa
1 Februari 2022

Cool story, you can also put moral of the story. ❤ i need that one

Balas

Leave A Comment