Petualangan Dua Anak Tupai

Di sebuah lubang pohon yang rindang, tinggal seekor tupai betina bersama dua anaknya yang masih kecil. Anak pertamanya bernama Chairil, anak kedua bernama Anwar. Dua anak itu belum bisa mencari makan sendiri, sehingga masih harus diasuh dan dijaga induknya.

 

Pada suatu hari, stok persediaan makanan sudah habis. Sudah beberapa hari induk tupai itu tidak mencari makanan. Situasi sedang tidak aman. Banyak sekali burung-burung elang berkeliaran mencari mangsa. Induk tupai itu mengkhawatirkan keselamatan dua anaknya jika dia harus pergi mencari makanan.

 

Tetapi karena persediaan makanan sudah habis, mau tidak mau induk tupai itu harus pergi berburu. Sebelum pergi, dia menasehati dua anaknya untuk tidak meninggalkan sarang. Kepada Chairil yang lebih tua, induk tupai itu berpesan agar menjaga adiknya jangan sampai berkeliaran.

 

Maka tinggal chairil dan adiknya Anwar di sarang itu. Mereka tidak berani pergi ke mana-mana. Keduanya hanya terdiam di pojok sarangnya. Beruntung induknya sempat meninggalkan sisa-sisa makanan, sehingga Chairil dan Anwar tetap bisa makan.

 

Sambil menunggu induknya pulang, Chairil dan Anwar menghabiskan waktu dengan tidur-tiduran. Saat sedang tertidur pulas, tiba-tiba terdengar suara: “Kresek… Kresek… Kresek….” Keduanya langsung terbangun. Anwar sembunyi di balik punggung kakaknya Chairil. Sementara Chairil sendiri tidak berbuat apa-apa, selain bergerak ke sudut sarangnya. Mereka terdiam tanpa berani berbuat apa pun. Sementara suara-suara “kresek kresek” itu tidak juga berhenti, malah semakin kencang. Anwar semakin ketakutan. Dia menangis tersedu-sedu. Chairil coba menenangkan adiknya.

 

“Sudah, sudah, jangan menangis. Ada kakak di sini,” kata Chairil.

Tapi Anwar tetap terisak. Dia ketakutan, badannya gemetar.

“Itu pasti burung elang yang mau memakan kita. Aku takut, Kak!” kata Anwar.

“Belum tentu itu Si Elang, jangan berpikir yang tidak-tidak,” jawab Chairil.

Padahal, Chairil sendiri ketakutan. Dia sendiri tidak berani. Biar bagaimana pun, Chairil hanya seekor anak tupai yang juga masih kecil. Hanya saja, sebagai kakak dia harus melindungi adiknya.

 

Kian lama, suara itu makin keras. Suaranya bahkan jadi semakin ramai. Chairil dan Anwar semakin ketakutan. Keduanya saling berangkulan di pojok sarang. Suara Anwar semakin keras menangis. Chairil mencoba menenangkan, tapi Anwar terus saja menangis.

 

“Jangan menangis. Nanti elang-elang itu mendengar,” kata Chairil coba membujuk. Mendengar ucapan Chairil itu, tangis Anwar malah makin keras. “Tuh, kan, benar di luar itu burung elang yang mau memangsa kita,” rengek Anwar sambil terus menangis.

 

Chairil semakin kebingungan. Di satu sisi dia sendiri tidak tahu suara ribut di luar itu burung elang atau bukan. Sejujurnya dia juga ketakutan. Di sisi lain, dia harus menenangkan adiknya. Akhirnya, Chairil memberanikan diri bergerak ke luar untuk mengintip keadaan. Sambil mengendap-ngendap, Chairil terus mendekati pintu sarangnya. Sesampainya di sana, Chairil pelan-pelan mengintip. Tiba-tiba dia berteriak, “Pergi kalian semua!”

 

Anwar kaget dan ketakutan mendengar teriakan tiba-tiba Chairil. Dia tidak menyangka abangnya berani mengusir elang. Tapi ternyata, setelah pintu sarangnya dibuka, terlihat tidak ada burung elang, hanya beberapa ekor burung pipit yang sedang sibuk mematuki semut-semut di dahan.Keduanya lega bukan main. Saat itulah induk tupai datang membawa makanan. Chairil dan Anwar menyambutnya dengan senang. Selain mereka bisa makan, mereka juga senang karena induknya pasti akan menjaga mereka.

 

Sambil menyantap makanan, Chairil menceritakan peristiwa barusan. Induknya tertawa terbahak-bahak sambil memeluk Chairil dan Anwar.

 

 

ILUSTRASI: THINKSTOCKS

Share to :


Leave A Comment