Si Kembar Sawerigading dan Tenriabeng

Apa sih yang bikin Sawerigading begitu populer di kalangan masyarakat Sulawesi Selatan (Sulsel)?

Namanya diabadikan menjadi nama kelurahan dan perguruan tinggi di Makassar, nama rumah sakit dan kompleks perumahan di Palopo, nama sebuah hotel berbintang di Sengkang, serta nama jalan-jalan besar di berbagai kota di Sulsel. Jelas Sawerigading bukan orang sembarangan. Kisahnya dikenal lewat sastra klasik La Galigo. La Galigo sendiri mengklaim sebagai anak Sawerigading. Museum La Galigo kini merupakan salah satu destinasi wisata sejarah favorit di Kota Makassar.

Sawerigading Oppuna Ware terlahir sebagai anak kembar. Tapi ia dan saudaranya We Tenriabeng bukan kembar identik. Wajah mereka berbeda, bahkan jenis kelamin pun tak sama. Sawerigading laki-laki, Tenriabeng perempuan. Sejak kecil, dua bersaudara yang merupakan anak Raja Luwu dari Kerajaan Luwu Purba, Sulsel ini hidup terpisah. Raja Luwu dan istri sengaja membesarkan Sawerigading dan adiknya secara terpisah. Mereka khawatir kelak Sawerigading akan jatuh cinta pada Tenriabeng dan bersikeras menikahi saudaranya sendiri.

Sawerigading tumbuh menjadi lelaki gagah yang tampan. Tenriabeng tumbuh menjadi gadis cantik yang menawan. Meski keberadaan mereka saling dirahasiakan, suatu ketika kebenaran terungkap juga. Sawerigading jadi penasaran, secantik apa Tenriabeng, sampai-sampai sang ayah Raja Luwu begitu takut ia akan jatuh cinta pada kembarannya itu. Saat mereka akhirnya bertemu, dugaan Raja Luwu terbukti benar. Sawerigading jatuh cinta pada pandangan pertama ketika melihat wajah molek Tenriabeng. Bisa diduga, ia memaksa untuk bisa memperistri Tenriabeng, walau tahu mereka sedarah. Well, Superkids, incest memang tidak dianjurkan karena banyak risiko besar di belakangnya.

Raja Luwu pun jelas menentang keras keinginan putra tercinta. Apalagi, Tenriabeng pun tak bersedia menjadi pendamping hidup saudara kembarnya. Sebagai solusi, Tenriabeng menyarankan Sawerigading pergi ke Negeri China untuk menemui I We Cudai, sepupu mereka yang sosoknya sangat mirip dengan Tenriabeng. Sebagai bekal, Tenriabeng memberi Sawerigading selembar rambutnya, serta gelang dan cincin emas yang biasa dipakainya. “Kalau panjang rambut ini nggak sama dengan rambut dia, gelang ini nggak cukup di tangannya, atau cincin ini nggak muat di jarinya, kamu boleh kembali dan menikahi aku,” janji Tenriabeng.

Sawerigading tak punya pilihan lain. Ia menerima tawaran untuk mencari Cudai di China. Tapi jangan salah. Yang dimaksud bukan Republik Rakyat China, melainkan sebuah wilayah yang sekarang adalah Tanete Riattang, Kabupaten Bone, Sulsel. Perjalanan dari Luwu ke sana melewati laut lepas. Sawerigading pun membuat perahu yang kuat dari pohon raksasa di hutan. Ia sempat kesulitan menebang pohon selama beberapa hari, dan nggak menyadari kalau Tenriabeng diam-diam membantunya. Kapal kayu yang ia pakai berlayar ke China itu adalah pinisi – yup, kapal layar penjelajah dunia kebanggaan suku Bugis sekarang. Badai dan ombak setinggi apapun bisa dihadapi Sawerigading dengan kapal ini.

Di China, cintanya bersambut. Sawerigading terpikat melihat Cudai yang memang mirip Tenriabeng. Cudai pun jatuh hati melihat lelaki gagah yang masih sepupunya itu. Dari pernikahan mereka, lahir La Galigo. Suatu hari Cudai mengajak Sawerigading pulang ke Luwu – sesuatu yang belum pernah mereka lakukan sejak menikah. Sawerigading sebetulnya enggan.

Beberapa tahun lalu saat mengemudikan kapal pinisinya ke China, ia sempat berjanji dalam hati untuk tidak akan kembali lagi ke Luwu. Ia sangat kecewa pada penolakan orangtua dan adiknya Tenriabeng. Tapi kali ini Sawerigading mengalah demi memenuhi keinginan Cudai bertemu keluarga besar di Luwu.

Sayang sekali mereka tak bisa membawa La Galigo yang masih kecil. Menyeberangi laut bebas dengan kapal layar tradisional itu sangat tidak nyaman untuk balita seperti dia. Malangnya, itulah pertemuan terakhir mereka dengan La Galigo. Perjalanan ke Luwu berhasil ditempuh. Di kampung halamannya, Sawerigading berkumpul kembali bersama teman-teman lama dan keluarga. Namun saat berniat pulang kembali ke China, kapal pinisi yang ia tumpangi  bersama Cudai karam diterjang ombak besar. Sampai sekarang, pasangan ini dipercaya sebagai penguasa dunia bawah laut di Sulsel.

 

HAFIDA INDRAWATI

 

 

 

Share to :


Leave A Comment